Jayapura – Majelis Rakyat Papua (MRP) pada tanggal 5 November 2019 kemarin genap berusia 14 tahun. Meski sudah 14 tahun berdiri di Tanah Papua, kehadiran MRP yang notabene merupakan lembaga representatif kultural Orang Asli Papua dinilai belum maksimal dalam melaksanakan peran dan tugasnya mendorong upaya – upaya pemberdayaan dan perlindungan terhadap hak- hak dasar Orang Asli Papua sebagaimana yang diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus,” Namanya memang hebat dan diisi orang-orang hebat pula tapi peran dan fungsi MRP dalam memperjuangkan upaya pemberdayaan dan perlindungan terhadap hak- hak dasar OAP belum maksimal, hal ini dapat dilihat dari minimnya regulasi yang dibuat dan ditetapkan MRP,” Tegas Anggota DPRP Natan Pahabol,S.Pd kepada Humas DPRP, di Kantor DPR Papua, Rabu (6/11/19).
Dikatakan Politisi Partai Gerindra ini bahwa untuk memaksimalkan kerja – kerja MRP kedepan, perlu dilakukan evaluasi terhadap pelaksanaan peran dan fungsi MRP dengan melibatkan pemerintah Provinsi Papua, Akademisi dan stakeholder lainnya,” Saran saya peran dan fungsi MRP perlu dievaluasi dengan melibatkan akademisi dan gubernur untuk melihat capaian MRP, terutama setiap pokja. Misalnya Pojka perempuan capaian indikatornya yang sudah mereka lakukan selama ini, Bagaimana keberpihakan yang dibuat. Begitu juga dengan pokja yang lain, sehingga capaian kinerja MRP kedepan bisa diketahui,”Sarannya.
Selain evaluasi, lanjut Pahabol yang juga mantan Anggota MRP ini bahwa MRP juga membangun komunikasi dan kerjasama dengan pemprov Papua, DPR Papua dan stakeholder lainnya,“Ini yang belum nampak, padahal jika komunikasi dan kerjasama antar lembaga ini bisa berjalan maka dapat dipastikan peran dan fungsi MRP dalam memproteksi hak – hak dasar OAP dapat terwujud. MRP tidak bisa kerja sendiri tapi perlu dukungan MRP dan Eksekutif, ini supaya setiap kebijakan yang dilahirkan MRP bisa ditegakkan karena ada dukungan pemerintah dan dukungan politik dari DPRP,” Ujarnya
Disinggung soal hubungan kerja antar lembaga MRP, DPR Papua dan Pemprov Papua terutama dalam hal menerbitkan berbagai peraturan daerah khusus (Perdasus) dalam rangka memproteksi hak – hak dasar orang asli Papua dinilai belum berjalan maksimal, ” Harus diakui, jika hubungan MRP DPR Papua dan Eksekutif selama ini terkesan tidak sinkron dan kelihatan setiap lembaga jalan sendiri-sendiri. Misalnya, ketika ada sidang di DPRP, MRP jarang hadir ini contoh kecil,” Beber Pahabol. (AW/Tim Humas DPRP)