Jayapura, – Meskipun Pemilihan Umum (Pemilu) tahun 2019 telah usai, tapi masih menyisahkan banyak masalah yang tiada hentinya.
Menanggapi hal itu, Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP), DR. Yunus Wonda, SH. MH berkomentar bahwa, Pemilu kali ni adalah Pemilu yang paling terbuk sepanjang sejarah.
Bukan saja di Papua tetapi juga diseluruh Indonesia.
Bahkan Yunus Wonda menuding, jika dalam pelaksanaan Pemilu kemarin, khususnya di Papua terjadi interfensi jual beli suara.
Politikus Partai Demokrat ini mengatakan, walaupun situasi Pemilu berjalan aman dan lancar di Papua, akan tetapi sistim penyelenggaranya sangat terburuk.
“Khususnya di Papua suara diperjual belikan seenaknya saja, dan akhirnya apa, yang masuk duduk di DPR kabupaten kota sampai Provinsi itu rata-rata mungkin juga bukan yang rakyat mau atau bukan pilihan rakyat ,” kata Yunus Wonda atau yang disingkat YW kepada Wartawan, Kamis (9/5/19).
Padahal lanjut Wonda, rakyat sudah memberikan hak suaranya kepada orang yang jelas-jelas dipilihnya, tapi yang muncul malah orang lain dan duduk sebagai anggota legislatif.
Apalagi kata Yunus Wonda, setelah pencoblosan pada tanggal 17 April 2019 lalu, itu hampir semua berita acara dan lain sebagainya masih diluar, belum ada di KPU. Sehingga rentang waktu berjalan hampir dua minggu barulah berita acara masuk ke KPU.
Menurut legislator Papua itu, hal ini sangat tidak benar, lantaran disitu akhirnya terjadi interfensi jual beli suara.
“Kalau priode lalu tidak seperti ini. Tiga hari paling lama setelah itu berita acara sudah masuk ke KPU, sehingga tidak ada proses transaksi jual beli suara,” jelasnya.
Ia juga menilai pihak penyelenggara terutama dalam hal ini PPD kinerjanya sangat buruk. Dengan membohongi rakyat, mereka sangat berdosa karena sudah melakukan hal seperti itu.
“ni menjadi evaluasi besar kepada KPU pusat, agar kedepan tidak boleh seperti ini lagi. Kalau masih model kaya begini, mungkin rencana Pemilu serentak 2024 mendatang akan lebih parah lagi kalau tidak di evaluasi dengan baik dari sekarang,” tandas Yunus Wonda.
Bahkan Yunus Wonda menganggap di Indonesia belum siap untuk menyelengarakan Pemilu serentak secara baik dan bermartabat.
“Sebab sistim kita di Indonesia belum bisa seperti negara-negara luar. Ini kesannya kita memaksakan sesuatu yang belum bisa kita siapkan,” ketusnya.
Untuk itu, ia menyarankan, agar kedepannya Pemilu ini kembali seperti semula. Pemilihan DPR setelah itu Presiden atau sebaliknya. Sebab kali ini luar biasa terjadi persoalan, untungnya tidak terjadi konflik.
Jka Pemilu tahun ini memang sebagai percontohan, maka kedepannya diharapkan tidak melakukan tahapan ditingkat PPD lagi. Tapi alangkah bagusnya mulai tahapan dari tingkat KPPS (Distrik) langsung ke KPU saja. Karena Distrik statunya sebagai penyelenggara dan sebagai kepala Distrik daerah setempat, dia akan mempertahankan identitasnya dan jabatannya. Dan kalau dirinya salah, maka dia sudah ada proses hukum menantinya.
“Kalau PPD ini kan tidak ada urusan kalau Pemilu selesai ya mereka sudah bubar dan sudah barang tentu mereka tidak ada lagi,” tutup YW. ( tiara ) reportasepapua.com