Jayapura, – Menyikapi hasil Pesta Demokrasi Pemilihan Umum (Pemilu) Legislatif 2019 tingkat Kabupaten/Kota dimana prosentase Calon Anggota Legislatif (Caleg) Orang Asli Papua dan Non Papua yang terpilih cukup dominan diisi oleh Caleg Non Papua hal ini mendapat perhatian serius dari Anggota DPRP yang ditetapkan melalui mekanisme pengangkatan. Anggota Komisi I DPRP (membidangi pemerintahan, politik, hukum dan hak asasi manusia) Yonas Nusy menyatakan keinginan sekaligus meminta agar ada kursi khusus untuk orang asli Papua di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) kabupaten/kota di Papua. Alokasi kursi khusus bagi orang asli Papua itu dapat memakai sistem pemilihan yang menyerupai pemilihan 14 kursi pengangkatan DPRP yang mewakili lima wilayah adat di Papua.
Keinginan itu muncul lantaran Nusy khawatir keterwakilan orang asli Papua di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) kabupaten/kota pada periode 2019 – 2024 semakin berkurang. Hasil Pemilihan Umum (Pemilu) 2019 dikhawatirkan membuat sejumlah DPRD kabupaten/kota di Papua akan didominasi orang Non Papua. Anggota DPRD Daerah Pengangkatan (Dapeng) Saireri ini mencontohkan hasil Pemilu 2019 telah memunculkan protes orang asli Papua di Kabupaten Merauke. Protes itu muncul karena masyarakat adat khawatir hanya akan ada satu atau dua orang asli Papua yang terpilih menjadi anggota DPRD Merauke. Jika itu terjadi, keterwakilan orang asli Papua dalam DPRD Kabupaten Merauke yang memiliki 30 anggota DPRD itu bakal kurang dari 10 persen.
Melihat situasi ini, Nusi mendorong seluruh pemangku kepentingan di Papua bersama-sama mendorong adanya kebijakan dari Negara untuk mengalokasikan kursi khusus bagi orang asli Papua di DPRD kabupaten/kota. Alokasi kursi khusus bagi orang asli Papua itu dapat memakai sistem pemilihan yang menyerupai pemilihan 14 kursi pengangkatan DPRP.“(Misalnya,) jumlah (alokasi) kursi di DPRD kabupaten/kota untuk orang asli Papua seperempat dari total jumlah kursi di DPRD tersebut. Itu seperti alokasi 14 kursi pengangkatan di DPRP.
Para kepala daerah juga mesti mendorong itu,” kata Nusy, Rabu (15/5/2019). Semua masyarakat adat Papua diharapkan bersatu mengusulkan kepada presiden dan para pejabat negara terkait gagasan itu. Harus ada upaya berbagai pihak di Papua untuk membuat pemerintah pusat mempertimbangkan aspirasi itu “Memang akan berbenturan dengan Undang-Undang lain, tapi Undang-Undang inikan bukan kitab suci yang tidak bisa diubah,” Pungkasnya (AW/Tim Humas DPRP)