Jayapura – Satu dari 12 Rancangan Perdsi dan Perdasus yang akan dibahas oleh BAMPERDA DPRP, Eksekutif dan stakeholder lainnya terhitung mulai dari tanggal 17 – 24 Juni 2019 mendatang adalah Rancangan Perdasus tentang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR).
Anggota BAPEMPERDA DPRP sekaligus pemerkasa Raperdasus KKR John NR Gobay mengatakan bahwa belum tuntasnya sejumlah persoalan di Papua yang hingga hari ini masih menimbulkan gesekan dan gejolak di Papua itu tidak terlepas dari dua akar persoalan yakni masalah distorsi sejarah dan penyelesaian kasus pelanggaran HAM yang terjadi sejak integrasi Papua ke NKRI Tahun 1961 hingga hari ini.” Distorsi sejarah Papua masa lalu dan penyelesaian kasus pelanggaran HAM inilah yang melatarbelakangi kenapa Perdasus KKR ini penting didorong dan ditetapkan,”Tegas Gobay kepada Humas DPRP, Selasa,(18/06/2019) di Hotel Horizon Jayapura.
Dikatakan Gobay, dua akar persoalan mendasar di Papua yang hingga kini masih menimbulkan perspektif yang berbeda antara Jakarta dan Rakyat Papua hari ini adalah persoalan distorsi sejarah Papua masa lalu dan persoalan kasus pelanggaran HAM. Persoalan distorsi sejarah, terdapat perbedaan persepektif Jakarta dan rakyat Papua,” Jakarta dengan perspektif, Papua adalah bagian dari NKRI dan itu final. Itu Perspektif Jakarta.Tetapi tidak untuk Papua, Rakyat Papua merasa bahwa PEPERA Tahun 1969 itu tidak demokratis dan lain sebagainya ini Distorsi sejarah yang perlu diluruskan,” Ujar Gobay.
Akar persoalan Papua yang kedua lanjut Gobay adalah masalah kasus – kasus pelanggaran HAM yang sejak integrasi Papua ke NKRI tahun 1961 hingga hari ini belum ada penyelesaian,” Selain distorsi sejarah, masalah penyelesaian pelanggaran HAM ini juga menjadi bagian dari akar persoalan di Papua. Sejak integrasi Papua ke NKRI tahun 1961, orang Papua rasa dan merasakan bahwa pelanggaran HAM terus terjadi tanpa ada penyelesaian. Ini dua akar persoalan diPapua,” Ungkap Gobay.
Seiring dengan lahirnya UU No.21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus, lanjut Gobay kedua akar persoalan, apakah itu distorsi sejarah yang harus diluruskan maupun kasus pelanggaran HAM yang harus diselesaikan melalui Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR), Komnas HAM dan Pengadilan HAM sebagaimana diamanatkan dalam Bab XII Pasal 45 dan 46 ayat 2 UU No.21/2001,” Khusus untuk KKR sebagaimana disebutkan dalam pasal 46 bahwa dalam rangka pemantapan persatuan dan kesatuan bangsa di Provinsi Papua dibentuk Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi, dengan tugas adalah, pertama melakukan klarifikasi sejarah Papua untuk pemantapan persatuan dan kesatuan bangsa dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia dan kedua merumuskan dan menetapkan langkah-langkah rekonsiliasi. Dan untuk susunan keanggotaan, kedudukan, pengaturan pelaksanaan tugas dan pembiayaan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi diatur dalam Keputusan Presiden setelah mendapatkan usulan dari Gubernur. Untuk itu Perdasus KKR harus ada dulu sebagai dasar hukum bagi gubernur untuk mengusulkan pembentukan KKR di Papua, ” jelas Gobay.
Ditambahkan Gobay dengan hadirnya KKR di Papua diharapkan dua akar persoalan di Papua apakah itu persoalan distorsi sejarah Papua masa lalu dapat diluruskan demikian juga berbagai kasus pelanggaran HAM masa lalu sejak integrasi Papua ke NKRI tahun 1961 hingga hari ini dapat diselesaikan,” Ini harapan hadirnya KKR di Papua, ada pelurusan Sejarah Papua dan juga penyelesaian kasus pelanggaran HAM di Papua, ” Pungkasnya (Anderson/Tim Humas DPRP)