Jayapura – Guna mendengar langsung aspirasi warga korban banjir bandang Sentani yang terjadi pada 16 – 17 Maret 2019 lalu, terutama yang ada di Perumahan Gloria Nauli, Perumahan Gajah Mada dan Bintang Timur Yahim Sentani maka Komisi III DPR Papua menggelar Hearing/Dialog dengan Warga Korban Banjir Sentani, di Hotel Horison Jayapura, Rabu,(15/07/2020)
Pertemuan ini dipimpin langsung oleh Ketua Komisi III DPRP Benyamin Arisoy,SE. M.Si didampingi Sekretaris Komisi III DPR Papua, Tan Wie Long, SH dan Anggota Komisi III, Agus Kogoya, SIP, MSi, Yosias Busup, Kristhina RI Luluporo, SIP, MAP dan Ir H Junaidy Rahim.
Dalam pertemuan tersebut terungkap sejumlah aspirasi yang disampaikan oleh para warga korban banjir bandang Sentani. Koordinator Korban Banjir Perumahan Bintang Timur, Erych Rumba mengatakan, berbagai upaya telah dilakukan para korban banjir bandang Perumahan Gloria, namun hingga kini tidak ada solusi sama sekali,”Saya harapkan kepada bapak ibu dewan agar ada pertemuan antara warga korban banjir ketiga perumahan ini, dengan Bank Papua, Bank BTN dan pemerintah daerah. Mari kita saling jujur, langkah apa yang kita lakukan,” kata Rumba
Dikatakan, Bank Papua telah melakukan addendum kredit bersama warga yang berakhir 16 Maret 2020, kemudian Bank Papua memanggil warga lagi untuk addendum kedua. Namun, ada sebagian warga yang diluar Jayapura, lantaran adanya pandemic Covid-19, mereka belum melakukan addendum, “Pemerintah daerah, sampai hari ini belum melakukan langkah-langkah nyata untuk kita. Khususnya kami di Perum Bintang Timur, addendum sudah dilakukan, namun kami menandatangani sesuatu yang tidak kami miliki, karena ada warga yang rumahnya tinggal pondasi saja, tapi diminta melakukan addendum kredit,” ujarnya.
Apalagi, pihaknya menilai jika perumahan yang ada di pinggir kali itu, apakah masih layak atau tidak untuk dihuni. Jika tidak layak dihuni, maka bank tidak punya dasar melakukan addendum dengan nasabah, “Untuk itu, kami minta untuk diputihkan,” imbuhnya.
Ditambahkan Rumba bahwa BNPB pernah menjanjikan kepada warga Perumahan Bintang Timur untuk melakukan pendataan yang akan mendapatkan bantuan,“Mereka sampaikan bahwa warga Bintang Timur akan dibiayai Rp 500 ribu per bulan mulai dari Maret 2019 hingga sampai bulan yang kita berikan dokumen itu. Saya dengan tim mengantar ke Gunung Merah untuk salah satu pegawai disana, namun sampai hari ini tidak ada realisasi dari dana itu,” pungkasnya.
Senada dikatakan Marcel Kelen, warga Perumahan Gajah Mada, bahwa lokasi pembangunan perumahan Gajah Mada tidak ada ijin IMB dari pemerintah Kabupaten Jayapura namun oleh Developer dan Kreditur tetap membangun dan memberikan kredit,”Saya sendiri mengecek ke kantor Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) Kabupaten Jayapura, termasuk Kepala Bank BTN Jayapura. Jadi, tidak ada IMB dan tidak ada Amdal. Padahal, Bank Papua dan BTN ketika dalam brosur penjualan rumah menyatakan bebas banjir, tapi kenyataan terjadi banjir bandang. Kami adalah korban banjir bandang, padahal Bupati Jayapura menegaskan daerah itu, daerah itu tidak layak huni, tidak ada IMB dan lainnya,” tandasnya.
Bahkan, imbuh Marcel Kelen, jika korban banjir bandang Sentani, terutama warga Perumahan Gajah Mada, Bintang Timur dan Gloria Nauli terkesan dilupakan atau dibiarkan begitu saja,”Kami sudah melaporkan ke Polres Jayapura dan Polda Papua, namun belum ada tindakan lebih lanjut,” imbuhnya.
Sementara itu, Odeodata Julia, warga Perumahan Gajah Mada, meminta agar warga yang terkena musibah banjir tersebut, diputihkan dari kredit bank,“Kami masih ditagih cicilan bank. Kami minta agar diputihkan dan ada ganti rugi,” pungkasnya.
Menanggapi semua aspirasi ini, Ketua Komisi III DPR Papua, Benyamin Arisoy, SE, MSi mengatakan, pihaknya akan berupaya menfasilitasi aspirasi warga korban banjir bandang Sentani ini dengan mengadakan pertemuan dengan pihak terkait,”Jadi, rencana akan ada pertemuan dengan pihak developer, perbankan yang memberikan kredit dan OJK serta Pemkab Jayapura pada Kamis, 16 Juli 2020, sehingga kami mendapatkan informasi dari warga sendiri. Termasuk mereka menuntut kreditnya diputihkan, karena bangunannya sudah tidak ada dan tidak dilayak. Untuk itu, kita harus fasilitasi untuk mencari jalan keluarnya,” imbuhnya. (AW/Tim Humas DPRP)