Jayapura – Guna meningkatkan Kapasitas Pimpinan dan Anggota DPR Papua maka DPR Papua menggelar Bimbingan Teknis (BIMTEK) Pedoman Penyusunan APBD Tahun Anggaran 2022 di Suni Hotel & Convention Abepura Kota Jayapura terhitung dari tanggal 2 s.d 5 September 2021.
Ketua DPR Papua Jhony Banua Rouw, SE mengatakan bahwa kegiatan Bimbingan Teknis (BIMTEK) ini dalam rangka untuk meningkatkan kapasitas Anggota DPR Papua dalam pelaksanaan tugas – tugas konstitusional di DPR Papua,“Peningkatan kapasitas itu, tentu kita berpegang pada regulasi dan aturan – aturan yang ada. Kita dibekali agar dalam pelaksanaan tugas dan fungsi kedewanan, kita berpegang pada aturan. Tapi kita perlu penguatan – penguatan agar dalam melaksanakan fungsi kedewanan, DPR Papua dalam melakukan dengan baik sehingga kinerja dewan bisa lebih baik,” Tegas Banua Rouw kepada Humas DPRP usai membuka Kegiatan BIMTEK Pedoman Penyusunan APBD Tahun Anggaran 2022
Dikatakan Banua bahwa bahwa untuk memaksimalkan kinerja DPRP dalam pelaksanaan tugas dan fungsi DPRP yakni fungsi pengawasan, fungsi anggaran dan fungsi pembentukan peraturan daerah maka seyogya Anggota Dewan perlu dibekali dengan pengetahuan yang terupdate setiap waktu terutama dalam mengawal pelaksanaan Otsus Papua,” Kita berharap melalui BIMTEK ini pengetahuan Anggota DPRP semakin bertambah yang nantiny bermuara pada peningkatan kinerja DPRP terutama dalam mengawal implementasi UU Otsus Papua yang belum sepenuhnya berjalan meski bicara Otsus itu bicara kekhususan,”Ujarnya.
Lebih jauh dikatakan Politisi Partai Nasdem Papua ini bahwa jika di Papua tengah diberlakukan UU Otsus maka semestinya dalam pelaksanaan sistem regulasi nasional hendaknya memperhatikan UU Otsus Papua bukan kemudian dalam pembentukan dan pelakanaan regulasi yang bersifat nasional juga diberlakukan secara nasional,“ Pelaksanaan regulasi nasional hendaknya juga tidak diberlakukan secara nasional, mengingat di Papua ada UU Otsus sehingga perlu ada pengecualian, misalnya dalam hal penggunaan dan pertanggungjawaban dana Otsus, harus disesuaikan dengan di Papua, tidak mengacu seluruhnya pada regulasi yang berlaku secara nasional, karena sulit.“Kenapa? Itu namanya kekhususan. Kita tahu di Papua bahwa aksesnya agak susah, banyak yang harus menggunakan pesawat, anggota tidak bisa carter pesawat, jadi tetap naik pesawat regular yang belum tentu satu minggu sekali atau sebulan 2 kali. Nah, apakah kita pergi langsung bisa pulang?.” Paparnya
Hal lain yang disampaikan Ketua DPRP adalah terkait pertanggungjawab pelaksanaan tugas dewan yang diwujudkan dalam kegiatan kunjungan kerja ke daerah yang mestinya ada pengecualian yang disesuaikan dengan kondisi daerah tertentu,” Untuk kegiatan Kunjungan kerja kedaerah yang belum memiliki fasilitas public seperti hotel atau penginapan dan diminta ada pertanggungjawaban tentu ini menyulitkan bahkan sangat tidak mungkin Anggota dewan tinggal di rumah masyarakat, ini tentu sangat menyulitkan dalam pertanggungjawaban anggarannya.Belum lagi kalua masyarakat tahu Anggota Dewan ada dating ke Dapil, masyarakat akan kumpul, tentu akan ada cost tambahan yang lain. Tidak mungkin kita melakukan itu, sehingga terkesan dalam melakukan pertanggungjawaban, banyak membuat kita harus membuat pertanggungjawaban yang sesuai dengan aturannya, tapi kenyataannya kita lakukan yang lain, tapi sesungguhnya kita sudah datang dan melakukan kegiatan itu, apakah kita mau terus hidup dalam suatu kebohongan. Tadi pak Kepala BPK bilang, tidak bikin pertanggungjawaban salah, bikin pertanggungjawaban lebih salah lagi,”Bebernya. Untuk itu, JBR sapaan akrab Jhony Banua Rouw meminta pemerintah pusat agar dalam system pertanggungjawaban di Papua memiliki regulasi yang berbeda dengan yang lain. Politisi Partai Nasdem ini menambahkan, jika anggota dewan menghadapi adanya bantuan untuk biaya sekolah, biaya kuliah dan bantuan lainnya, padahal dalam kedewanan tidak ada pos yang namanya bantuan sosial, “Nah, hal – hal ini perlu dan kita beri apresiasi kepada BPK RI yang melihat dengan jeli apa yang sesungguhnya terjadi di Papua. Tadi beliau kan menyampaikan sebaiknya ada regulasi yang berbeda, bukan mau mencari kemudahan atau keuntungan, tapi ini system pertanggungjawaban yang baik dan benar,” paparnya.
Jhony mencontohkan jika belanja di kampung, tidak ada nota dan stempel, namun hanya diberikan catatan dari kertas saja. Namun, apakah itu bisa menjadi bukti.Untuk itu, Jhony berharap BPK bisa memberikan masukan kepada pemerintah pusat terkait dengan kondisi yang dihadapi DPR Papua, sehingga kinerja dewan bisa lebih maksimal melayani rakyat, tidak dibebani dengan pertanggungjawaban yang rumit.“Ada contoh dalam penyerahan bantuan, kita diminta harus ada staf PNS yang ikut bersama kita ketika ada kegiatan. Ya, kita senang, pertanyaannya apakah kita lebih banyak menghabiskan uang rakyat jika staff PNS yang ikut dan tentu mendapatkan SPPD yang tadinya bisa dikerjakan oleh anggota dewan, sekarang harus ada staf yang ikut. Nah, ini berarti efisiensi biaya atau pemborosan biaya, karena regulasi itu yang ada bukan efisiensi biaya tapi justru pemborosan biaya, karena penyerahan barang harus ada staf PNS dan mendokumentasikan penyerahan barang itu,” imbuhnya. (AW/Tim Humas DPRP)