Jayapura – Dewan Perwakilan Rakyat Papua kembali menerima aspirasi dari eks Karyawan PT.Freeport Indonesia yang tergabung dalam buruh Mogok Kerja (MOKER) PT.Freeport Indonesia.Kedatangan eks.karyawan PT.Freeport yang dipihak secara sepihak oleh perusahaan pertambangan terbesar di dunia ini guna mendesak DPR Papua untuk membentuk Panitia Khusus (Pansus) dalam memperjuangkan nasib mereka yang sudah tiga tahun terkatung-katung dengan harapan dapat dipekerjakan kembali,“Kami minta kepada Ketua DPR Papua untuk membentuk Pansus untuk mengurus masalah ribuan buruh Moker PT Freeport,” Tegas Ketua LBH Papua, Emanuel Gobay, SH yang juga Kuasa Hukum Buruh Moker PT Freeport Indonesia usai beraudiensi dengan Ketua DPRP Jhony Banua Rouw,SE di Ruang Rapat Banggar DPRP, Selasa, (27/07/ 2020).
Dijelaskan Gobay bahwa dalam pertemuan dengan Ketua DPRP, pihaknya mengaku sempat mempertanyakan tindak lanjut dari Pansus PT.Freeport yang pernah dibentuk oleh DPRP Tahun 2018 lalu, yang salah satu tugasnya menyelesaikan persoalan buruh yang mogok kerja di PT.Freeport Indonesia ini,” Apa hasil kerja Pansus Freeport DPRP yang dibentuk tahun 2018 lalu,” Ujarnya.Selain itu, lanjut Gobay, pihaknya juga menyampaikan terkait Nota Pemeriksaan I yang belum dijalankan PT Freeport Indonesia dan tidak diawasi oleh pengawas Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Provinsi Papua,“Atas dasar itu, kami minta DPRP untuk menggunakan fungsinya sebagai pengawas untuk mengawasi implementasi Nota Pemeriksaan I. Nah, permintaan ini, juga kita sampaikan berdasarkan putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jayapura baru-baru ini, itukan bukan kemudian menghilangkan Nota Pemeriksaan I itu. Namun, Nota Pemeriksaan I masih tetap ada dan belum dijalankan oleh PT Freeport sesuai rekomendasi yang ditujukan kepada PT Freeport,” tandasnya.
Berkaitan dengan itu, Emanuel Gobay meminta Ketua DPRP bersama jajarannya atas nama lembaga bisa mengawal PT Freeport untuk menjalankan Nota Pemeriksaan I. Hal ini mengingat dalam Nota Pemeriksaaan I itu, menyebutkan dua hal, pertama adalah diperintahkan pada PT. Freeport Indonesia untuk menggugat para buruh yang melakukan mogok kerja di Pengadilan Hubungan Industrial (PHI). Kedua, sepanjang belum ada keputusan dari PHI, maka terhadap hak-hak buruh baik buruh sebagai pekerja di sana dan upahnya sebagaimana yang dijamin pada Pasal 155 ayat 1 dan 2 UU Nomor 13 Tahun 2003 wajib dijalankan,“Jadi, sepanjang Nota Pemeriksaan I itu dikeluarkan dari bulan Desember 2019 sampai sekarang Juli 2020, itu belum dijalankan sama sekali. Belum ada gugatan yang diajukan PT Freeport di Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) terhadap buruh mogok kerja,” ujarnya.
Dengan demikian, kata Emanuel Gobay, hal itu membuktikan bahwa Nota Pemeriksaan I itu belum dijalankan sampai saat. Ia yakin jika Nota Pemeriksaan II jika nantinya dikeluarkan Disnaker Papua, maka akan menguatkan Nota Pemeriksaan I, karena pijakannya Nota Pemeriksaan I yang belum dijalankan Freeport,“Jadi, kepada Disnaker Papua maupun PT Freeport, jangan berpikir karena ada putusan PTUN, terus kewajiban dia menjalankan Nota Pemeriksaan I hilang, itu tidak. Masih ada, sepanjang itu belum dilaksanakan, itu menunjukkan PT Freeport masih melakukan pelanggaran norma-norma ketenagakerjaan yang dimiliki oleh buruh yang melakukan moker ini,” jelasnya.
Emanuel Gobay meminta Ketua DPRP untuk membentuk Pansus untuk mengurus masalah buruh mogok kerja PT Freeport,“Dari ketiga masalah yang kita minta, tadi pak ketua sudah sampaikan beberapa hal, yang pertama dia akan rapat internal dengan melibatkan kami, setelah itu kalau sudah rapat dan ada berdasarkan pertimbangan akan dibentuk pansus, maka akan dibentuk pansus,” ujarnya.
Namun,lagi kata Gobay, prinsipnya dari tiga point yang disampaikan, itu sudah dijawab. Bahkan, pihaknya juga menyampaikan data – data kepada Ketua DPRP, mulai dari kronologis dari perjuangan buruh moker PT Freeport, surat diterbitkan Disnaker Papua terkait mogok kerja itu sah, kemudian memerintahkan PT Freeport menerima para buruh itu.
Data surat penegasan dari Gubernur Papua yang menyatakan juga mogok kerja itu sah dan memerintahkan PT Freeport untuk memperkerjakan kembali.Selain itu, surat tugas yang diterbitkan Disnaker Papua kepada dua petugas pengawas di Timika yang selanjutnya mereka melakukan pengawasan,“Kita berikan surat nota pemeriksaan I yang diterbitkan oleh dua petugas pengawas Disnaker Papua. Kita juga beri data sekitar 60 orang lebih buruh moker Freeport yang meninggal dunia selama perjuangan mereka selama tiga tahun ini. Ke depan kita akan beri data anak-anak mereka yang putus sekolah, keluarga terancam cerai dan lainnya karena alasan finansial,” ungkapnya.
Sebab, imbuh Emanuel Gobay, hal itu semua menunjukkan dampak pasca Freeport melakukan kebijakan furelock. Padahal, furelock ini tidak ada dalam UU Nomor 13 Tahun 2003,“Itu kan kebijakan penyelundupan hukum yang dilakukan Freeport. Itu kebijakan ketenagakerjaan Amerika yang ‘diselundupkan’ masuk ke dalam hukum ketenagakerjaan Indonesia,” pungkasnya.
Sementara itu Ketua DPR Papua, Jhony Banua Rouw, SE mengatakan bahwa kesimpulan dari seluruh aspirasi yang disampaikan oleh perwakilan buruh MOKER PT.Freeport Indonesia yang didamping LBH Papua sebagai kuasa hukum adalah terkait beberapa hal yang menurut para buruh moker PT Freeport itu tidak puas, dimana yang seharusnya Disnaker Provinsi Papua mewakili pemerintah menjaga hak-hak tenaga kerja, tapi dalam prakteknya masih banyak terkesan bahwa pihak Disnaker lebih banyak memihak pada perusahaan,“Saya pikir ini aspirasi yang baik, yang harus kita terima dan kita sepakati bahwa akan kita tindaklanjuti. Saya berharap nanti lewat komisi terkait, yang bicara tentang hukum dan ketenagakerjaan akan kami undang kembali LBH Papua berdiskusi dengan komisi terkait, lalu kita akan mengundang Disnaker dan pihak terkait lainnya. Mungkin itu langkah-langkah yang akan kita lakukan,” jelasnya didampingi Sekretaris Komisi I DPR Papua, Feryana Wakerkwa dan Anggota Komisi I DPR Papua Laurenzus Kadepa.
Dikatakan Banua Rouw bahwa pemerintah mempunyai tugas utama adalah melindungi rakyat,dalam hal ini tenaga kerja, jika mereka di PHK bukan hanya seorang pekerja saja terdampak, tapi itu berdampak kepada anak dan istri serta keluarga,“Kalau memang diputuskan, ya diputuskan segera. Ya bahwa ini sudah berhenti dan ini pesangonnya, supaya mereka bisa bekerja ditempat yang lain, supaya tidak digantung. Kalau digantung semua tidak bisa jalan. Jadi, harus ada keputusan yang tegas saja, kalau memang ini PHK, mana pesangonnya, adil atau tidak? Itu ada aturannya. Lebih baik begitu supaya tuntas, tapi tidak terus iya dan tidak atau menggantung,” tandasnya.
Apalagi kata JBR sapaan akrab Jhony Banua Rouw ini bahwa ika buruh Moker itu bekerja ditempat lain, maka dianggap bahwa mengundurkan diri. Padahal, menurut buruh tadi, mereka belum dapat pekerjaan dimana-mana, mereka masih menunggu,“Dan, harusnya mereka menunggu ini, dengan Nota Pemeriksaan I yang dikeluarkan Disnaker bahwa selama mereka menunggu belum ada keputusan, maka mereka harus tetap menerima haknya. Ini harus tegas dan diambil tindakan agar tidak menggantung, kasihan mereka punya keluarga,” imbuhnya. (AW/Tim Humas DPRP)