Jayapura, www.dpr-papua.go.id – Puluhan buruh mogok kerja (Moker) PT Freeport Indonesia pada, Kamis, (28/07/2022) kembali mendatangi DPRP. Kedatangan perwakilan Buruh Moker PT.FI yang diterima oleh Komisi I DPRP guna menagih janji Ketua DPR Papua dan Presiden RI, Ir Joko Widodo terhadap nasib mereka yang sudah 5 tahun terkatung-katung.
Koordinator Moker Freeport di Jayapura, Anthon Awom mengatakan bahwa kedatang perwakilan Buruh Moker PT.FI ke DPRP untuk menagih janji atas nasib mereka,”Hari ini, kami buruh Moker Freeport mendatangi DPR Papua untuk menagih janji Ketua DPR Papua, dimana pada 27 Juli 2020, kami bersama tim LBH Papua menyampaikan aspirasi dan pengaduan kami secara langsung kepada pak Ketua DPR Papua dan pada saat itu, Ketua DPR Papua mengatakan bahwa aspirasi itu akan ditindaklanjuti, tidak boleh digantung,” Tegas Anthon Awom di ruang Rapat Komisi I DPRP, Kamis,(28/07/2022)
Dikatakan Awom bahwa dari pengaduan yang disampaikan pada tahun 2020 itu, sampai sekarang belum ada tindaklanjut. Bahkan, perwakilan buruh Moker Freeport beberapa kali mendatangi DPR Papua untuk menanyakan tindaklanjut terhadap nasib para buruh Moker Freeport, salah satunya dengan membentuk Panitia Khusus (Pansus) namun sampai saat ini, lanjut Anthon, belum ada kejelasan dari Ketua DPR Papua maupun Ketua Komisi I DPR Papua terhadap tindaklanjut aspirasi para buruh Moker Freeport itu,” Kami bingung apa yang menjadi persoalan di DPR Papua dan tugas DPR Papua untuk mengawasi kinerja Dinas Tenaga Kerja sehingga aspirasi dari buruh Moker Freeport itu tidak berjalan,” ucapnya
Dijelaskan Awom bajw kronologis hingga 8.300 buruh Freeport itu memutuskan mogok kerja tahun 2017 dan dianggap oleh Freeport tidak sah, kemudian dianggap mangkir dan mengundur diri. Namun, faktanya Freeport tidak bisa membuktikan mogok kerja ribuan karyawan itu, dianggap tidak sah. Bahkan, Mahkamah Agung RI menyatakan mogok kerja yang dilakukan ribuan karyawan itu, sah dan Freeport dinyatakan melanggar undang-undang. Namun, hingga kini, PT Freeport Indonesia juga tidak melaksanakan hal itu,” Kami datang ke DPR Papua terkait dengan fungsi pengawasan DPR Papua terutama terkait dengan ketenagakerjaan, dimana Disnaker Provinsi Papua pernah menerbitkan Nota Pemeriksaan I atas pelanggaran yang dilakukan Freeport, namun setelah 30 hari, tidak dilanjuti dengan Nota Pemeriksaan II,” jelasnya.
Akibatnya, buruh Moker Freeport menggugat Disnaker Provinsi Papua lewat PTUN Jayapura. Meski PTUN menyatakan tidak memiliki kewenangan mengadili perkara itu, namun di dalam persidangan, pihaknya menemukan Disnaker Provinsi Papua menggunakan pengacara Freeport dan 6 saksi yang dihadirkan itu ada 4 saksi adalah perwakilan managemen Freeport. Mestinya, Disnaker menggunakan pengacara negara atau Biro Hukum Setda Papua.
Ditambahkan Awom bahwa sampai saat ini, ribuan buruh Moker Freeport itu, nasibnya menjadi terkatung-katung. Bahkan, akibat hak-hak karyawan Moker baik gaji, BPJS dan lainnya, sehingga mengakibatkan 111 orang buruh Moker meninggal dunia, diantaranya Orang Asli Papua terdapat 49 orang.
Sementara itu, salah satu karyawan Moker Freeport, Lukas Rumpaidus menambahkan, Freeport menyatakan jika karyawan moker itu di PHK, tetapi sampai saat ini, Freeport tidak bisa menunjukkan satu bukti apapun yang menyatakan karyawan itu di PHK dan mogok buruh tidak sah,“Kami punya bukti yang dikeluarkan negara bahwa mogok kerja kami sah,” tegasnya.
Selain menagih janji Ketua DPR Papua, Lukas Rumpaidus juga menagih janji kepada Presiden RI, Ir Joko Widodo,”Pada 13 Februari 2019, waktu perwakilan buruh Moker bertemu dengan Presiden Jokowi. Presiden berjanji kepada kami akan memanggil para pihak untuk menyelesaikan persoalan ini,”Sejak 13 Februari 2019 sampai detik ini dan teman-teman kami sudah ada 111 orang meninggal dunia, tidak ada kejelasan.bapak Presiden tidak memenuhi janjinya kepada kami dan semua pihak yang berjanji yang membantu kami di DPR Papua ini kami sudah berulang kali datang untuk menanyakan aspirasi kami, namun belum ada tindaklanjut,”ucapnya
Bahkan, para buruh Moker Freeport juga sudah menemui Kementerian Tenaga Kerja untuk memperjuangkan nasib mereka dan instansi lainnya sampai mendapatkan keadilan “Apalah artinya DOB di Papua dibuat, tapi membiarkan orang Papua mati diatas tanahnya sendiri. Dengan mogok kerja itu kami sudah ada 111 orang meninggal, pasti ini akan berjalan terus,” imbuhnya
Lain halnya dengan Lukas Rumpaidus, salah satu perwakilan perempuan, Ningsih Wanggai, juga mempertanyakan apakah ribuan buruh Moker Freeport itu menunggu Provinsi Papua Tengah baru bisa direspon aspirasinya. “Pak Ketua DPR Papua kami datang kesini, apakah kami menunggu sampai Provinsi Papua Tengah berdiri, sehingga kami harus pergi ke DPR Provinsi Papua Tengah lagi untuk mengadukan masalah kami di sana? Kami harap DPR Papua bersama Pemprov Papua untuk jeli terhadap masalah atau aspirasi yang disampaikan 8300 buruh mogok kerja PT Freeport Indonesia yang hingga kini terkatung-katung nasibnya,”Pintanya
Sementara itu, Anggota Komisi I DPRP Laurenzus Kadepa mengatakan jika kasus buruh Moker Freeport ini, merupakan kasus lama sejak 2017, dimana Pemprov Papua terkesan diam. Padahal, mereka adalah ribuan rakyat Papua, bahkan ada 111 orang yang meninggal dunia dari dampak PHK sepihak itu,”Saya lihat Gubernur, Ketua DPR Papua dan Ketua MRP harus mengambil sikap. Papua ini masalah mogok kerja karyawan Freeport dan pengungsi lokal itu adalah masalah utama, yang Pemprov Papua terkesan diam. Ini moker ada 8.300 karyawan mereka itu sudah berkontribusi besar perusahaan dan pemerintah karena mereka bayar pajak dan mereka adalah warga negara Indonesia dan warga Papua. Intinya Pemprov Papua harus tegas kepada Freeport,” pungkasnya.(Anderson/Tim Humas DPRP)