Jayapura, Fraksi Partai Golkar DPR Papua menilai minimnya Orang Asli Papua (OAP) yang lolos administrasi dalam penerimaan calon Praja Institute Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN), ini dapat menimbulkan kekhawatiran bagi pemerintah dan juga DPR Papua.
Apalagi, Keputusan Rektor IPDN pada 3 Mei 2019 terkait peserta yang memenuhi syarat verifikasi dokumen administrasi persyaratan pendaftaran seleksi penerimaan calon praja IDPN tahun 2019 itu, sangat minim Orang Asli Papua (OAP), dan kini tengah viral di media sosial.
Bahkan, sebagian netizen meminta ketegasan Gubernur Papua, DPR Papua dan Majelis Rakyat Papua (MRP) untuk bertindak, lantaran tak ada keberpihakan terhadap OAP.
Untuk itu, bendahara Fraksi Partai Golkar DPR Papua, Tan Wie Long mengaku sangat khawatir dengan penerimaan calon praja IDPN yang minim OAP itu, apalagi masih dalam proses seleksi administrasi.
“Ada rasa kekhawatiran dari DPR Papua kenapa kita punya anak-anak asli Papua didalam proses kelulusan administrasi tidak mencapai 10 persen? Ini menjadi sebuah peringatan yang serius bagi Pemprov Papua, DPR Papua, pemerintah kabupaten/kota,” kata Tan Wie Long di ruang kerjanya, Selasa (7/5/19).
Menurutnya, hal ini bisa menjadi bom waktu, dimana terisinya di dalam penerimaan calon praja IPDN akan kembali didominasi lagi oleh anak-anak non Papua.
“Sekarang pertanyaan kita, siapa yang salah? Kenapa sampai di dalam pembekalan kelengkapan adminitrasi seharusnya itu menjadi tanggungjawab anak-anak kita maupun orang tua, tapi kenapa itu tidak dilakukan secara maksimal,” ujar Along sapaan akrab Wakil Ketua Komisi I DPR Papua ini.
Untuk itu, lanjut Along, ini menjadi sebuah catatan dan pekerjaan serius yang tidak boleh diabaikan. Jika hal itu benar-benar terjadi, maka akan kembali terulang lagi kesenjangan – kesenjangan yang selama ini menjadi sorotan dan ketimpangan serta ketidakadilan bagi anak-anak Papua di dalam penerimaan calon praja IPDN.
Sebab, kata Along, dalam penerimaan calon praja IPDN itu, sebelumnya diharapkan supaya calon praja IPDN Papua itu, harus minimal 90 persen adalah Orang Asli Papua.
Oleh karena itu, Along mengajak stakeholder terkait untuk mengkritisi secara menyeluruh dimana ada kesalahan dan kekeliruan atau hal-hal yang membuat OAP secara administrasi tidak mencapai 10 persen dalam penerimaan calon praja IPDN itu.
“Salah siapa ini? Kita juga berharap dari IPDN untuk memberikan kajian sehingga ada pertanggungjawaban moril dari pemerintah, DPR dan IPDN sendiri untuk mencari sebuah solusi, keberpihakan yang selama ini dituntut OAP,” tandas Along.
Soal adanya desakan seleksi calon praja IPDN itu ditunda? Along mengatakan jika kehadiran IPDN di Papua itu sebenarnya program pusat, yang tentunya dari aspirasi dari Pemprov Papua.
“Hanya saja kalau kita minta ditutup atau ditunda, itu bukan sebuah solusi yang baik. Tidak ada solusi yang secara ekstrim menolak, menutup IPDN di Papua, karena justru itu akan merugikan kita anak-anak Papua,” tekannya.
Along menambahkan, seharusnya ada kepedulian dari anak-anak OAP maupun terhadap orang tua untuk melihat kewajiban dari setiap calon pendaftar yang akan masuk ke setiap perguruan mana saja.
“Jadi syarat administrasi didahulukan, selain syarat kesehatan dan lainnya,” Jelasnya. ( tiara ) reportasepapua.com