Jayapura, dpr-papua.go.id – DPR Papua kembali menerima aspirasi rakyat terkait penolakan pembentukan Daerah Otonom Baru (DOB) dari Kabupaten Mimika, Kabupaten Jayawijaya dan Kabupaten Tolikara. Aspirasi tersebut diserahkan oleh Pimpinan DPRD masing-masing kabupaten dan diterima langsung oleh Wakil Ketua I DPR Papua, DR Yunus Wonda, SH, MH didampingi Sekretaris Komisi I DPR Papua, Feryana Wakerkwa di DPR Papua, Rabu,( 8/06/2022)
Diawali dari penyerahan aspirasi penolakan DOB dari masyarakat Mimika yang diserahkan oleh Wakil Ketua I DPR Kabupaten Mimika Alex Tsenawatme. Meski Aspirasi masyarakat Mimiki baru diserahkan ke DPR Papua namun pihaknya berharap aspirasi yang diterima dari masyarakat akar rumput di Kabupaten Mimika, dapat diteruskan oleh DPR Papua sesuai dengan mekanisme kepada pemerintah pusat dan DPR RI. Apalagi hampir 75 persen rakyat Mimika menolak pemekaran DOB,” Kami dari DPR Kabupaten Mimika baru hari ini menyerahkan aspirasi dari rakyat Mimika terkait penolakan DOB kepada DPR Papua,tapi kami berharap aspirasi ini dapat ditindaklanjut,sebab secara umum rakyat Papua di Kabupaten Mimika, 75 persen menolak DOB. Dalam aspirasi itu, ada 19 poin yang kami serahkan, tanpa kami kurangi atau tambah,” Ucapnya.
Penyerahan aspirasi penolakan pembentukan DOB berikutnya dari DPRD Kabupaten Jayawijaya yang merupakan tindaklanjut dari penyampaian aspirasi penolakan DOB yang disampaikan dalam aksi demo masyarakat Lapago di Wamena, Kabupaten Jayawijaya pada 3 Juni 2022 lalu. Aspirasi masyarakat Lapago ini dserahkan langsung oleh Wakil Ketua II DPRD Jayawijaya Reynold Bukorsyom didampingi sejumlah Anggota DPRD Jayawijaya.
Wakil Ketua II DPRD Jayawijaya Reynold Bukorsyom mengatakan bahwa aspirasi yang diserahkan ke DPR Papua adalah berasal dari demo penolakan DOB dan penolakan UU Otsus Jilid II yang dilakukan di DPR Kabupaten Jayawijaya pada 3 Juni 2022,” Aspirasi yang kami serahkan hari ini ke DPRP adalah aspirasi masyarakat yang mengatasnamakan wilayah adat Lapago yang terdiri dari 9 kabupaten di wilayah Pegunungan Papua. Kami harap DPRP segera tindaklanjut aspirasi ini sampai ke pemerintah pusat sebab itu, mereka mengancam pada 10 Juni 2022, mereka akan melakukan demo kembali dengan hal yang sama, sehingga kami datang menyerahkan aspirasi mereka ke DPR Papua untuk diteruskan ke pusat,” jelasnya.
Dikatakan Bukorsyom bahwa ,demo penolakan DOB dan Otsus Jilid II di Wamena sudah dilakukan sebanyak 6 kali oleh berbagai elemen masyarakat di Wamena dan DPRD Jayawijaya sudah 5 kali menyerahkan aspirasi itu ke DPR Papua. “Nah, yang kami serahkan tadi, aspirasi dari demo yang ke 7 atas nama wilayah Lapago di Kabupaten Jayawijaya,”Ucapnya
Penyerahan aspirasi yang terakhir dari DPRD Tolikara yang diserahkan langsung oleh Ketua Komisi A DPRD Tolikara Yendiles Afrika Towolom, “Kami hanya mengantar aspirasi masyarakat Tolikara yang menolak DOB dan Otsus Jilid II ke DPR Papua dan penolakan DOB itu dilakukan oleh seluruh masyarakat Lapago di Wamena, Jayawijaya, 3 Juni 2022, didalamnya termasuk dari masyarakat Tolikara. Aspirasi yang disampaikan itu, kami bawa ke DPR Papua,” Tegas Yendiles.
Dikatakan Yendiles bahwa 80 persen masyarakat Tolikara menolak dengan tegas pembentukan DOB dan Otsus Jilid II. “Mereka tolak DOB. Masyarakat hanya ingin pusat perhatikan pembangunan, kesehatan, pendidikan, ekonomi dan infrastruktur saja, karena DOB tidak ada jaminan untuk kesejahteraan mereka,” imbuhnya.
Menanggapi aspirasi penolakan DOB dari Masyarakat Lapago dan Mimika tersebut, Wakil Ketua I DPR Papua DR. Yunus Wonda,SH.,MH mengatakan bahwa DPRP secara kelembagaan telah menerima dan siap meneruskan aspìrasi rakyat ke pemerintah pusat dan DPR RI,“Mewakili DPRP, saya sudah terima dab akan meneruskab aspirasi penolakan DOB tersebut ke pemerintag dan DPR RI. Dengan adanya aspirasi ini, ini sebuah realita jika hampir sebagian besar rakyat di Papua menolak pemekaran. Mestinya, pusat harus peka juga, karena masyarakat yang mau menikmati, itu menolak, bagaimana jika itu dipaksakan?,” Tegas Wonda kepada Humas DPRP, diruang kerjanya usai menerima aspirasi masyarakat Lapago dan Mimika, Rabu, (8/06/2022)
Untuk itu, lanjut Wonda, pihaknya minta pemerintah dan DPR RI harus peka terhadap aspirasi sebagian besar rakyat Papua yang menolak pemekaran, sehingga harus menjadi pertimbangan di pusat, ” Pemerintah mestinya peka terhadap aspirasi rakyat Papua yang menolak pemekaran DOB. Bila perlu pemerintah pusat lebih serius membangun di Papua, misalnya membangun industri di Papua, sehingga anak-anak Papua tidak menjadi pengangguran, ada lapangan pekerjaan buat mereka. Namun, hal besar itu harus ditarik ke pusat, seperti pembangunan smelter yang diharapkan dibangun di Papua, namun kenyataannya justru dibangun di Gresik, Jawa Timur.,”paparnya
Lebih jauh dikatakan Politisi Partai Demokrat ini bahwa pemerintah harus berpikir bukan masalah pemekaran membuat orang Papua sejahtera, bukan masalah itu. Orang Papua sudah sadar menolak DOB, sehingga mereka melakukan demo, lantaran untuk menyelamatkan orang Papua, sebab mereka mengetahui suatu saat orang Papua akan termarjinalkan dan tersisih di atas tanah mereka,”Kami minta pemerintah pusat jangan menutup mata terhadap aksi demo yang dilakukan rakyat Papua. Pemerintah harus berpikir menyelamatkan orang Papua jauh lebih penting daripada pembangunan. Pembangunan ada, karena ada masyarakat di sana.Pemerintah pusat harus jeli melihat ini, jangan anggap demo itu biasa, itu tidak boleh,” tandasnya.
Tidak hanya pemerintah, wonda juga juga mengingatkan Anggota DPR RI untuk sebelum mengambil keputusan, lebih baik berkunjung ke Papua untuk mendengar langsung aspirasi dari masyarakat Papua, bila perlu turun saat masyarakat demo untuk melihat sendiri. Sebab, yang merasakan orang Papua,”Kalau orang bilang dengan pemekaran itu orang Papua akan sejahtera, itu omong kosong. Apa jaminan orang Papua akan sejahtera dengan pemekaran? Bukti hari Papua Barat, apakah mereka sudah sejahtera, tidak ada. Jadi, kita tidak bisa mengatakan pemekaran akan membuat orang Papua sejahtera,” tandasnya.
Wonda menilai sikap pemerintah pusat yang terus memaksakan untuk dilakukan pemekaran provinsi di Bumi Cenderawasih itu sama persis dengan Otsus “Ini sama seperti ketika Otsus, dimana rakyat meminta untuk evaluasi dan melibatkan orang Papua, sama sekali tidak dilibatkan. Otsus sama sekali tidak melibatkan orang Papua, baik kami lembaga resmi negara, MRP, DPR Papua dan Pemprov Papua tidak dilibatkan sama sekali, langsung disetujui, begitu juga pemekaran sama.” tukasnya.
Yunus kembali memperingatkan anggota DPR RI dari Daerah Pemilihan Papua untuk memperjuangkan aspirasi rakyat Papua dan melihat situasi di Papua agar menjadi perhatian dan pertimbangan, bukan ikut terlibat dalam segala hal yang akan mengorbankan rakyat Papua,“Kepada anggota DPR RI dari Papua, saya lihat anda luar biasa. Anda tidak hadir untuk membela rakyat Papua disana, semoga berikutnya anda terpilih menjadi anggota DPR. Anggota DPR RI dari Papua, harus ingat bahwa ada rakyatmu yang terus berteriak, harus peka dengan itu, kita hadir untuk menyelamatkan rakyat atau kita hadir untuk mengorbankan mereka,” ujarnya
Diakui, jika DPR Papua telah meneruskan aspirasi rakyat Papua itu ke pusat, namun sampai hari ini belum direspon dari pemerintah pusat. Meski itu agenda negara yang harus berjalan, mestinya harus melihat apakah itu menguntungkan rakyat Papua atau tidak,“Orang Papua merupakan ras yang kecil dalam negara ini, harusnya negara memproteksi orang Papua yang kulit hitam dan rambut kriting ini, bukan dimusnahkan. Harus kita pahami itu.Apalagi jumlah orang asli Papua hanya 2,7 juta saja, jika dibagi menjadi 4 provinsi, maka setiap provinsi hanya memiliki penduduk orang asli Papua sebanyak 800 ribu jiwa saja,”Ujarnya
Dikatakan, pemekaran bukan masalah akan ada penambahan jumlah kursi DPR kabupaten dan provinsi, tapi menyelamatkan orang Papua yang lebih penting dibandingkan pemekaran.Yang jelas, Wonda mengaku akan melihat perkembangan pembahasan RUU Tiga DOB di Provinsi Papua tersebut hingga akhir bulan Juni 2022, namun dengan banyaknya aspirasi penolakan DOB di Papua, bisa menjadi referensi dan pertimbangan dalam mengambil keputusan,“Sekali lagi, kalau pemekaran hanya untuk sekedar menghentikan aspirasi Papua merdeka, tidak akan pernah bisa. Mau 100 pemekaran pun, tidak akan pernah bisa menghentikan aspirasi Papua merdeka, karena itu persoalan ideologi. Itu hanya bisa diselesaikan secara politik saja,” tandasnya.
Hanya saja, imbuh Yunus Wonda, politik tidak bisa diimbangi dengan kesejahteraan. Namun, untuk membangun Papua ini, Papua harus aman dan nyaman terlebih dahulu, tetapi sampai saat ini, Papua masih dalam gejolak sampai hari ini, yang terjadi sejak tahun 1960-an,“Itu tanda bahwa negara sendiri tidak bisa menyelesaikan masalah Papua dengan baik. Tidak bisa membiarkan Papua terus menjadi ajang konflik, karena orang Papua butuh ketenangan,kedamaian dan kenyaman, namun seakan-akan terjadi pembiaran di Papua ini terus terjadi konflik.Pengiriman ribuan pasukan ke Papua juga tidak bisa menyelesaikan masalah Papua. Perubahan di Papua itu, dengan sentuhan hati. Harus membangun dengan hati, baru bisa rebut Papua ini. Saya pikir pusat jangan terlalu takut, apapun kondisi hari ini, Papua masih dalam NKRI, sehingga harus berbuat bagaimana orang Papua itu mengakui bagian dari diri sendiri dan suatu saat orang Papua mengakui bahwa NKRI itu harga mati, karena tidak bisa NKRI harga mati itu suaranya dari pusat, harus datang dari orang Papua,” tutupnya. (AW/Tim Humas DPRP)