Jakarta, dpr-papua.go.id – Guna mengetahui tindaklanjut dari implementasi Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 9 Tahun 2020 tentang Percepatan Pembangunan Kesejahteraan di Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat maka Komisi II DPR Papua melakukan Audensi dengan Deputi Bidang Dukungan Kebijakan Pembangunan Manusia dan Pemerataan Pembangunan Kementerian Sekretatiat Negara pada Jumat, (19/11/2021), ” Kami dari DPRP ingin mengetahui bagaimana pola implementasi yang akan dilakukan oleh Pemerintah Pusat bersama Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota terkait dengan pelaksanaan Inpres No.9 Tahun 2020 tentang Percepatan Pembangunan Kesejahteraan di Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat,” Tegas Ketua Komisi II DPRP Mega M.F Nikijuluw,SH melalui press release yang dikirim ke Humas DPRP, Sabtu, (20/11/2021)
Dikatakan Politisi PDIP Papua ini bahwa dalam kegiatan Audiensi ini juga Komisi II DPR Papua juga ingin mengetahui sektor – sektor mana saja yang akan menjadi prioritas dalam percepatan pembangunan di provinsi Papua terutama pembangunan ekonomi sesuai Inpres Nomor 9 Tahun 2020, ” Kami juga ingin mengetahui sektor – sektor bidang pembangunan yang menjadi prioritas sesuai keinginan Presiden terkait percepatan pembangunan Papua yang harus dilakukan secara serentak dari semua aspek, baik akses transportasi, infrastruktur, komunikasi, kesehatan, pendidikan serta ekonomi,”Ujar Nikijuluw.
Dalam pertemuan Audiensi tersebut berbagai persoalan di Papua disampaikan kepada Pemerintah Puasat baik oleh Ketua maupun Anggota Komisi II DPRP, seperti persoalalan tingkat kemahalan harga barang di Papua, ” Kami minta perhatian pemerintah pusat terkait tingkat kemahalan harga barang di Papua yang belum berhasil ditekan padahal ada program Tol yang keberadaannya belum banyak berdampak untuk masyarakat melainkan keuntungannya lebih banyak dinikmati oleh pelaku usaha. Demikian halnya dengan bahan bakar satu harga, belum dapat dinikmati oleh masyarakat sepenuhnya,perlu pengawasan dari pemerintah,”Ujar Anggota Komisi II DPRP Mustakim HR. Selain itu lanjut Politisi Partai Demokrat Papua ini bahwa pembangunan ekonomi di Papua harus memperhatikan hulu ke hilir dan tidak memperhatian satu sisi saja, “Terutama kontribusinya dalam hal meningkatkan pendapatan masyarakat, hal ini terkait dengan hasil usaha masyarakat dibidang pertanian,perkebunan,perikanan dan peternakan. Sebagai contoh hasil panen yang merupakan hasil kerja keras masyarakat dibidang pertanian berupa sayur – sayuran,ubi-ubian dan lain-lain seringkali tidak laku terjual. Untuk itu, pemerintah perlu mendorong pemberdayaan koperasi di Kabupaten/Kota sehingga dapat menampung hasil usaha dari masyarakat . Juga perlu dibangun gudang – gudang penampung hasil – hasil dari masyarakat di kabupaten/kota. Perlu pemberian subsidi transportasi sampai di kampung-kampung sehingga mempermudah akses masyarakat dalam kegiatan usahanya,” Paparnya.
Persoalan lain yang juga disampaikan Komisi II adalah terkait kebijakan yang selektif dari pemerintah pusat dalam memberikan izin bagi investor-investor yang masuk ke Papua,” Kita juga minta pemerintah pusat selektif dalam mengeluarkan ijin, sehingga hutan Papua tidak habis diambil kayunya saja tetapi dari kayu-kayu tersebut dapat dibuatkan turunan yang kemudian dapat di ekspor,” Pintanya
Sementara itu Anggota Komisi II DPRP John NR Gobay mengkritisi soal pembangunan bidang pengembangan Sumber Daya Manusia, dimana Komisi II minta dan mengusulkan kepada Pemerintah Pusat untuk perlu dibangun Balai Latihan Kerja dan Sekolah Berpola Asrama di lima wilayah adat Papua sehingga dapat menjadi pusat pengembangan SDM generasi muda OAP yang ada di Kabupaten/Kota, ” Dengan adanya Balai Latihan Kerja, sedapatnya SDM OAP yang telah terlatih sehingga sekaligus dapat menjadi motivator. Juga diharapkan pembangunan sekolah – sekolah berpola asrama dan memberi penguatan kepada sekolah – sekolah yang sudah ada di Papua,” Pinta Gobay.
Sementara Anggota Komisi II DPRP lainnya y
Hosea Genongga meminta pemerintah pusat untuk benar -benar melakukan pengawasan terhadap pemanfaatan Dana Desa di Papua, “Kami minta pemerintah lebih sungguh – sungguh melakukan pengawasan terhadap Dana Desa yang turun ke daerah, sehingga penggunaan dan pemanfaatannya dapat tepat guna dan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat,” harapnya.
Mananggapi berbagai hal yang disampaikan oleh Pimpinan dan Anggota Komisi II DPRP,
Deputi Bidang Dukungan Kebijakan Pembangunan Manusia dan Pemerataan Pembangunan Suprayoga Hadi mengatakan bahwa Inpres No 9 Tahun 2020 merupakan base line dan sudah sudah ada rencana aksi. Dalam penanggulangan kemiskinan di Indonesia pemerintah telah menetapkan lokasi atau daerah yang menjadi fokus penanggulangan,”hal ini menjadi harapan Presiden agar kemiskinan di Indonesia dapat dituntaskan pada tahun 2024.
Pada tahun 2021 ada tujuh provinsi yang terdiri dari 35 kabupaten/kota yang mewakili 20 % kemiskinan nasional menjadi prioritas pertama penanggulangan kemiskinan yakni : Jawa Barat,Jawa Tengah,Jawa Timur,Maluku,Papua,Papua Barat dan Nusa Tenggara Timur,” Bebernya
Dikatakan Hadi, Pada Tahun 2022 ada 25 provinsi yang terdiri dari 212 kabupaten/kota ( 19 kabupaten/kota di Papua) menjadi prioritas penanggulangan kemiskinan nasional, yang mana fokus perhatian pemerintah lebih kepada pemberdayaan, “Tindakan pemberdayaan di tahun 2022 akan mengarah pada pelatihan/vocasi, UMKM dan bantuan, padat karya. Hal ini akan dikonsolidasikan pada dana – dana APBN dan APBD. Ini merupakan afirmasi dengan tiga pilar yaitu pengurangan biaya pengeluaran, pemberdayaan masyarakat melalui UMKM dan padat karya, meminimalisasi kantong-kantong kemiskinan (sarana dan prasarana).” Tutupnya. (AW/Tim Humas DPRP)