Jayapura – Guna memberikan kemudahan bagi Orang Asli Papua (OAP) dalam mendapatkan pelayanan kesehatan maka DPRP meminta BPJS Kesehatan Wilayah Papua untuk membuat program BPJS Plus atau BPJS Otsus. Hal ini mengingat program Jaminan Kesehatan Papua (Jamkespa) atau Kartu Papua Sehat (KPS) harus berintegrasi ke BPJS Kesehatan. Sementara dalam KPS terdapat 12 item atau komponen yang memberikan banyak kemudahan atau menanggung biaya ketika OAP dirujuk ke rumah sakit ketika sakit. Sedangkan, BPJS Kesehatan tidak memberikan jaminan seperti yang ada dalam KPS. “Makanya kita tawarkan, BPJS bikin saja misalnya BPJS plus atau BPJS Otsus. Kami back up itu, uangnya kita kasih. Mekanismenya dibuat lebih ringan,” Tegas Ketua DPRP Jhonny Banua Rouw,SE kepada Humas DPRP usai memimpin Rapat Dengar Pendapat Komisi V DPR Papua bersama Dinas Kesehatan Papua dan BPJS di Hotel Horison Kotaraja,Senin, (1/02/2021)
Dikatakan Banua Rouw, dengan adanya BPJS Plus atau BPJS Otsus diharapkan OAP akan semakin mudah mendapatkan akses pelayanan kesehatan secara prima, “Orang Papua datang berobat, tidak usah lagi ditanya mana e-KTP. Sebab, mayoritas orang Papua jalan tidak bawa e-KTP terutama di pedalaman di Papua. Rakyat kami di kampung, tidak pegang e-KTP. Itu sebabnya dengan BPJS Otsus, setiap OAP yang datang berobat, cukup sebut nama dan marga saja, langsung dilayani, tidak perlu e-KTP karena dari ciri – ciri fisik saja sudah diketahui itu OAP,” Ujar Banua didampingi Ketua Komisi V DPR Papua, Timiles Jikwa bersama Anggota Komisi V DPR Papua.
Lebih jauh dikatakan JBR sapaan akrab Jhonny Banua Rouw ini bahwa dalam rangka mendorong BPJS Otsus pihaknya meminta digelar Rapat Dengar Pendapat Komisi V DPR Papua bersama Dinas Kesehatan Provinsi Papua dan BPJS Kesehatan terkait integrasi Kartu Papua Sehat (KPS) ke BPJS Kesehatan. Dengan adanya BPJS, maka semua terintegrasi ke sana. Namun, diketahui bahwa jika integrasi KPS ke BPJS itu berjalan, maka ada 12 komponen KPS yang akan menjadi masalah,” Sebagai contoh dalam BPJS, orang sakit datang ke rumah sakit harus mempunyai kartu BPJS dan memiliki e-KTP atau KTP Nasional sebagai salah satu syarat, sementara kenyataan dilapangan hari ini kita di Papua rasanya e-KTP masih sangat terbatas ini dibuktikan dengan, hari ini saja di Jayawijaya tidak ada banyak masyarakat yang belum mendapatkan pelayanan kesehatan dengan menjadi peserta BPJS Kesehatan lantaran tidak mempunyai e-KTP,”Jelasnya. Hal ini tentu berbeda dengan program KPS yang selama ini telah dilaksanakan oleh Pemerintah Provinsi Papua, dimana jika orang Papua sakit, cukup dengan menggunakan KPS, maka semua baiaya akan ditanggung, apakah itu biaya transportasi pesawat bagi pasien rujukan, biaya untuk pengantar atau pengikut dan jika orang Papua meninggal, maka ditanggung peti matinya. Namun, dalam pelayanan kesehatan pada BPJS, ke 12 komponen dalam KPS itu tidak ada, “Ada kelemahan 12 item dalam layanan KPS yang tidak dibackup oleh BPJS, yang selama ini sudah dilakukan oleh Jamkespa atau KPS. Nah, inilah kita ingin kita selesaikan masalah ini. Apalagi, mulai tahun 2021 ini, di APBD Provinsi Papua tidak ada lagi Jamkespa atau Kartu Papua Sehat, sehingga harus diantisipasi,”Bebernya
Diakui Banua,bahwa semangat pusat menyamakan semua dalam layanan BPJS Kesehatan, namun hal ini perlu menjadi perhatian bahwa tidak boleh menyamakan pelayanan jaminan kesehatan di Papua dengan daerah lain di Indonesia, misalnya di Jawa dan Sumatera. Sebab, di Papua dengan tingkat kesulitan tinggi dan budaya serta pola hidup yang berbeda. Untuk itu, dirinya minta untuk BPJS Kesehatan harus ada ruang di sini. “Apakah namanya BPJS Otsus Papua, dengan jaminan-jaminan yang sebelumnya dicover KPS masuk dijaminkan dalam BPJS Kesehatan,” tandasnya. Dicontohkan Banua, bahwa tidak mungkin minta orang yang sakit, harus ke puskesmas untuk rujukan, sedangkan orang yang sakit itu lebih jauh dari puskesmas, justru lebih dekat ke rumah sakit karena aksesnya tidak ada ke puskesmas, “Sudahlah, orang Papua yang sakit datang harus dijamin pelayanan kesehatannya. Nah, ini sebenarnya paling gampang, jelas dan bisa dibedakan. Jadi, kita pakai itu saja,”Ucapnya
Apalagi, lanjut Banua, di dalam UU Otsus, Pembangunan Bidanv kesehatan menjadi prioritas bagi Provinsi Papua, karena ada perlindungan sehingga harus dilakukan perlindungan terhadap OAP dalam pelayanan kesehatan yang baik. Ia menilai jika dalam pelayanan kesehatan di Papua ini, UU Otsus dianggap tidak punya lex spealis. Sebab, UU Otsus selalu dikalahkan dengan UU sektoral, “Ini yang tidak boleh. Harusnya soal pelayanan kesehatan, bisa merujuk UU Otsus karena wajib orang Papua mendapatkan pelayanan kesehatan yang baik dan kita berikan jaminan kesehatannya, berobat khusus dengan rujukan UU Otsus. Tidak boleh ada UU lagi atau peraturan menteri yang mengalahkan UU Otsus. Inilah yang menjadi masalah dan selalu kami yang ada di Papua, baik pejabat maupun rakyat, kita menganggap bahwa kewenangan yang diberikan dalam UU Otsus itu, tidak ada. Jadi, tidak salah orang bilang Otsus gagal, tidak punya kewenangan,”Bebernya
Ditambahkan Banua Rouw, DPR Papua saat ini sedang mencari solusi untuk bagaimana supaya pemerintah daerah harus menjamin setiap orang Papua dijamin mendapatkan pelayanan kesehatan yang baik dengan dibiayai oleh pemerintah dengan menggunakan dana Otsus;“Itu yang paling penting. Kita lihat dana Otsus kita di APBD, kita belum mencapai yang diamanatkan dalam UU Otsus. Masih ada uang yang bisa membiayai semua rakyat Papua, tapi kita tidak bisa lakukan itu, karena ada regulasi lain yang kalahkan kita.uang ada karena uang Otsus, tapi tidak bisa membiayai kesehatan orang Papua secara maksimal karena wajib berintegrasi ke BPJS Kesehatan yang ada batasan-batasan” Pungkasnya (AW/Tim Humas DPRP)