Jayapura, – Sejak tahun 2017, dua puluh anak Papua telah menyelesaikan pendidikan sekolah pilot di Banyuwangi, Jawa Timur.
Oleh karena itu, Komisi V DPR Papua yang membidangi Pendidikan dan Olahraga, meminta Pemprov Papua memperhatikan nasib dua puluh mahasiswa Papua itu yang dibiayai dari dana Otsus.
Wakil Ketua Komisi V DPR Papua, Maria Duwitauw usai bertamu perwakilan alumni sekolah pilot, di ruang Komisi V DPR Papua, mengatakan, anak-anak tersebut sudah selesai dari sekolah pilot yang dibiayai pemprov Papua. Setelah mereka selesai, mereka pun kembali ke Jayapura, namun mereka nganggur. Padahal mestinya mereka magang dulu, karena mereka butuh 500 jam terbang untuk mendapat lisensi.
“Tapi hingga kini belum ada harapan kepada mereka. Padahal bupati Paniai, Meki Nawipa membiayai lima anak yang selesai pendidikan penerbangan, dia langsung promosikan ke perusahaan penerbangan dan mereka bisa kerja,” kata Maria usai pertemuan, Selasa (1/10/19).
Lanjut Maria, dari 20 anak yang sudah selesai sekolah pilot, 12 lainnya sudah kembali ke kampung mereka masing-masing, tinggal 8 orang yang bertahan di Jayapura.
“Anak-anak ini dibayai dana Otsus Papua untuk sekolah penerbangan. Kenapa Pemprov Papua tidak bisa melakukan hal yang sama dengan Pemkab Paniai?,” ujar Maria.
Untuk itu tandas Maria, kami Komisi V mendesak Gubernur segera mencari jalan keluar untuk anak-anak ini. Agar mereka ada lapangan pekerjaan.
Kata Maria memang hari ini ada 20 orang selesai dari sekolah penerbangan, tapi masih ada puluhan lainnya yang sementara sekolah.
“Yang sudah selesai saja belum dapat kerja tapi yang lainnya sudah selesai. Ini sama saja menambah pengangguran. Kalau begitu lebih baik tidak usa kasi keluar dana Otsus biayai mereka kalau tidak mampu mencari lapangan kerja untuk mereka. Kalau mereka nganggur biaya itu sia-sia,” ketusnya.
Bahkan kata Maria, anak-anak yang sudah selesai sekolah pilot ini, malah ada yang jadi security salah satu maskapai di bandara dan ada juga yang porter di Kargo.
“Jika Biro Otsus mau membiayai anak sekolah hanya untuk jadi porter atau securiti lebih baik tidak usah,” tandas Maria.
Hal senada dikatakan, Sekretaris Komisi V DPR Papua, Natan Pahabol, jika memang pemerintah sudah sekolahkan mereka sebagai pilot, maka pihaknya berharap Pemprov segera menganggarkan anggaran dalam APBD induk 2020 agar ada MoU dengan beberapa maskapai. Sehingga anak-anak ini bisa terdaftar di situ.
“Jadi tidak lagi mereka jadi pengangguran ketika selesai, karena mereka langsung prakter di maskapai itu. Ini jadi pelajaran dan catatan penting bagi pemerintah. 500 jam terbang itukan menjadi catatan wajib untuk mendapat lisensi penerbangan,” ujarnya.
Sementara itu, Ketua Komisi V, Jack Komboy menilai, ini hal yang lucu sebab anak-anak tersebut menggunakan dana besar bersekolah, namun setelah selesai mereka tidak bisa praktek.
“Ini baru 20, anak masih ada puluhan lagi yang sekolah kini dan biayai pemprov Papua,” kata Jack.
Untuk itu, pihaknya menyarankan, Pemprov Papua melakukan MoU dengan Maskapai. Atau tidak berkomunikasi dengan BUMN, agar BUMN yang membuka ruang itu kepada maskapai.
“Kini mereka sudah selesai sekolah, dan kembali tapi hanya menganggur karena belum dapat pekerjaan,” tutup mantan pemain sepak bola Persipura ini. (TIARA)