Jayapura,dpr-papua.go.id – Pasca penangkapan salah satu oknum Anggota TNI Satgas Apter Kodim Persiapan Intan Jaya yang terlibat kasus jual beli amunisi kepada Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) pada 7 Juni 2022 mendapat perhatian serius dari Kelompok Khusus (Poksus) DPR Papua,“Oknum Aparat jual amunisi itu fenomena lama. Kami sudah pernah sampaikan kepada Komisi I DPR RI namun tidak ditanggapi serius, penjualan amunisi ke KKB yang dilakukan oknum Anggota TNI ini, dugaan saya ini ibarat fenomena gunung es, ini baru terungkap dan ada masih banyak lagi yang mungkin saja melakukan praktek yang sama,” Tegas Ketua Poksus DPRP Jhon NR Gobai kepada Humas DPRP, Kamis, (8/06/2022).
Dikatakan Gobay bahwa kasus jual beli amunisi yang dilakukan oknum Anggota TNI itu menunjukan bahwa kesejahteraan aparat keamanan di tempat tugas dalam menjaga negara melalui sebuah operasi, tidak terurus dengan baik sehingga hari ini faktanya ada aparat keamana yang menjual amunisi demi keluarga,” Inikan miris sekali aparat jual amunisi demi kebutuhan hidup pribadi oknum dan juga keluarga.Kesejahteraan aparat perlu dipertanyakan juga disini,” Ujarnya
Lebih jauh dikatakan Gobay bahwa dengan terungkapnya kasus jual beli amunisi ini tentu menjadi pertanyaan kita, siapa yang sebenarnya memelihara konflik di Papua,“Itu yang selalu kita bertanya. OPM dapat amunisi dari siapa?,” Ucapnya penuh tanda tanya. Bahkan kata Gobay, persoalan di Papua jika dipolitisir dimasukkan ke dalam NKRI harga mati dan Papua merdeka harga mati, memang tidak akan pernah selesai. Untuk itu, kami minta agar pasukan non organik itu ditarik dari Papua demi kenyamanan warga, “Kami Poksus DPRP dari awal sangat konsisten meminta aparat non organik ditarik dari Kabupaten Intan Jaya, Pegunungan Bintang, Nduga dan Puncak. Ini semata-mata demi ketenangan warga, demi pelaksanaan pembangunan agar tidak terganggu oleh karena konflik dua ideologi ini di Papua,” tegasnya.
Alasan penarikan pasukan non organik itu, lanjut Gobay, lantaran mereka yang orang – orang Papua lebih mudah diatur oleh keluarga dan tokoh – tokoh di kampung ketimbang mereka yang penugasan,“Pertama, karena ini soal hubungan emosional. Kedua, juga karena hubungan keluarga itu jauh lebih mudah menegur, ketimbang sama sekali tidak ada hubungan emosional dan keluarga, apalagi tahu adat istiadat masyarakat setempat,” jelas Jhon Gobai.
Anggota DPR Papua Dapeg Meepago ini menambahkan bahwa pihaknya meminta pasukan Non Organik ditarik dari Papua agar situasi di Papua aman,“Ditarik bukan karena kita membela kelompok yang satu, tetapi semata-mata demi kenyamanan dan pelaksanaan pembangunan. Kenapa kami bilang tarik, karena kelompok yang satu ini bisa diatur oleh masyarakatnya, bisa diatur kenapa bukan karena masyarakat terlibat kelompok itu, tetapi bahwa mereka masih memiliki hubungan emosional dengan mereka. Simpel saja, jika orang lebih tua menegur atau ada hubungan keluarga, dia akan jauh lebih mendengar itu. Itulah kearifan lokal di Papua.Tapi jika kita ngomong begini dimasukan dalam kotak NKRI harga mati dan Papua merdeka, ya tidak akan pernah selesaikan masalah di Papua, nanti seluruh soal itu dipolitir,” Bebernya
Ditambahkan Gobay bahwa setelah dilakukan penarikan pasukan non organik, kemudian pemerintah daerah, tokoh – tokoh masyarakat, keluarga membina hubungan dengan mereka, untuk sama-sama menjaga kedamaian dan ketenangan di daerah konflik. Jhon Gobai mengkritik penempatan pasukan di Koramil agar dilakukan dengan benar, bukan personelnya pasukan dari luar yang ditempatkan di Koramil – koramil yang ada. Ia mencontohkan Koramil di Intan Jaya, yang personelnya didatangkan dari luar, bukan dari Kodim Paniai,“Jadi, saya lihat pasukannya dari luar, tapi namanya koramil. Ya, tidak bisa, seperti oknum TNI yang tertangkap jual amunisi, dia Aparat Teritorial Kodim Persiapan Intan Jaya, namun dia berasal dari Yonif 743/PSY Kodam IX/UDY. Model seperti itu, tidak bisa, karena tidak memahami kearifan lokal. Itu namanya pakai baju teritorial, tapi isinya non organik dari luar,” Tutupnya (Anderson/Tim Humas DPRP)