Januari 2018

KPU Provinsi Diminta Hargai UU Otsus Papua.

Thomas Sondegau
Thomas Sondegau

 

 

 

 

 

 

JAYAPURA,- KPU Provinsi Papua diminta untuk menghargai UU No 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Papua, khususnya Perdasus Nomor 6 Tahun 2011, terkait pengawasan DPR Papua dalam pengawasan dan verifikasi keaslian orang Papua untuk calon Gubernur dan Wakil Gubernur Papua pada Pilkada 2018.Ketua Pansus Pilgub, Thomas Sondegau mengaku, permintaan ini menyusul tidak adanya berkas calon pasangan Gubernur dan Wakil Gubernur yang dimasukkan KPU kepada DPR Papua.Justru berkas yang diberikan beberapa waktu lalu tersebut, hanya terkesan lewat saja, lantaran alamat peruntukkan untuk MRP bukan ke DPR Papua.
“Jadi soal Pilkada ini Pansus Pilgub tetap merujuk terhadap aturan KPU, seharusnya berkas itu dialamatkan kepada DPRP dulu nanti DPR Papua yang melanjutkan ke MRP.Nah, kami Pansus minta KPU Pusat maupun Provinsi juga harus hargai UU Otsus Papua, yang mana seharusnya DPR Papua harus mengawasi verifikasi, pengawasan untuk keaslian orang Papua dari para calon,” kata Thomas Sondegau.
Soal untuk berkas verifikasi yang harus diterima KPU Papua sebelum 12 Februari, menurut Thomas Sondegau, waktunya masih lama. Bahkan, Pansus Pilgub juga sudah melakukan rapat bersama KPU, Selasa (16/1/2018) malam, dimana berkas tersebut harus diserahkan ulang oleh KPU dengan merujuk UU Otsus tersebut.
“jadi selagi belum ada keputusan jelas masih ada kewenangan dari DPR Papua, maka KPU harus kembali menyerahkan berkas sebagaimana mekanismenya,” kata Sondegau sembari mengaku pihaknya juga akan melakukan rapat kembali dengan KPU terkait dengan kekhususan tersebut.Ditanyakan soal kehadiran Pansus Pilgub yang diminta untuk bekerja tanpa ada kepentingan politik, menurutnya, Pansus ini merupakan lembaga, dimana didalamnya terdiri dari berbagai perwakilan parpol.
“Jadi disini kita tidak bicara siapa pendukung atau atas nama calon, kita kerja atas nama lembaga dengan pengawasan penuh, jadi kami netral dan bekerja profesional,” kata yang juga enggan mengungkapkan agenda kegiatan pansus pilgub yang saat ini sedang di Jakarta.Sementara itu, Ketua KPU Papua, Adam Arisoi mengatakan KPU sudah menyerahkan berkas pencalonan dan berkas calon kepada MRP melalui DPR Papua.“KPU juga sudah melakukan revisi jadwal nasional pentahapan pelaksanaan Pilkada Serentak, untuk mengikuti proses Otsus di Papua tentang verifikasi Orang Asli Papua (OAP),” tegasnya.Ia mengatakan, KPU berharap berkas tersebut dapat dikembalikan tepat waktu dan tidak ada intervensi dalam hal pengembalikan berkas tersebut kepada KPU.“tidak ada boleh yang tahan-tahan, berkas itu harus dikembalikan cepat kepada KPU, sebelum tanggal 12 Februari, ini saya tegas,” katanya sembari menambahkan semuanya harus mengikuti jadwal KPU. (Tiara)
(Sumber : SKH Pasifik Pos, Rabu, 17 Januari 2018)

 

 

DPRP Kecewa Terhadap Sikap Pemprov yang Lambat Tangani Gizi Buruk di Asmat
Edo Kaize : Gubernur dan Jajarannya Segera Ambil Langkah

Edoardus Kalze
Edoardus Kalze

Jayapura,- Wakil Ketua I DPRP Edoardus Kaize dari daerah pemilihan (Dapil) Kabupaten Asmat merasa kecewa terhadap tindakan Pemerintah Provinsi Papua yang dianggap terlalu lambat dalam menangani kasus Gizi Buruk dan Campak yang mengakibatkan 61 balita dan anak meninggal dunia di Kabupaten Asmat.Bahkan kata Edo sapaan akrabnya, langkah-langkah penanganan yang diambil oleh Pemerintah Provinsi itu dalam hal ini Gubernur serta jajarannya sangat lambat.
“Misalnya saja obat dan vaksin sudah ada di Jayapura untuk penyaluran sampai di Kabupaten Asmat atau pada titik titik yang terkena Campak dan Gizi Buruk, itu terlambat sekali ditangani, “ kata Edoardus Kaize kepada Pasific Pos di ruang kerjanya, Rabu (17/1/18) sore.
Untuk itu, tandas Edo, sebagai pimpinan DPR dan juga sebagai wakil rakyat dari daerah pemilihan (Dapil) Kabupaten Asmat, ia menegaskan kepada Gubernur Papua, dan kepala Dinas Kesehatan Provinsi Papua, supaya segera mengambil langkah-langkah untuk penanganan kasus Gizi Buruk dan Campak di Kabupaten Asmat.”Saya sebagai Pimpinan DPR dari Dapil Kabupaten Asmat dengan tegas meminta kepada Gubernur dan Kepala Dinas Kesehatan provinsi untuk segera mengambil langkah-langkah dalam menangani kasus Campuk dan Gizi Buruk hingga mengakibatkan 61 balita dan anak meninggal dunia di Asmat, “ tegas Edoardus Kaize yang biasa di sapa Edo ini.Untuk itu, Gubernur beserta jajarannya khususnya Kadis Kesehatan Provinsi Papua diminta untuk lebih serius dalam menangani masalah ini.”Sebenarnya penyakit ini muncul karena kekurangan tenaga medis di tempat itu yang masuk dalam distrik pulau tiga di Asmat, “ kata Edo.
Menurut legislator Papua ini, kejadian ini bukan hanya kali ini terjadi akan tetapi itu dampak dari 5-10 tahun lalu, tapi dampaknya baru sekarang terlihat di permukaan.
“Misalnya kalau kita tidak sejak dulu memberikan imunisasi, maka sistem kekebalan tubuh akan berkurang dan menurun dan dampaknya berujung pada hari ini, hingga mengakibatkan pada kematian,” ujar Politisi Partai PDI Perjuangan ini.
Menurut Edo Kaize, seharusnya pemberian imunisasi sejak dulu sudah harus diberikan, tapi mengapa tidak diberikan sejak dulu. Itu karena petugas kesehatan di sana memang tidak ada.”Harusnya petugas kesehatan itu harus ada di tempat, sehingga imunisasi itu di jalankan. Makanya ini perlu diisi dengan petugas dulu, supaya imunisasi bisa dilakasanakan, “ ucapnya.
Diakuinya, imunisasi ini sangat membantu sekali karena dengan imunisasi itu bisa menangkal bagi kekebalan tubuh yang bisa membantu proses penyembuhan dari penyakit.“Kan kalau tidak, orang bisa meninggal karena tidak ada sistem kekebalan tubuh atau sistem pertahanan tubuh yang dibuat lewat imunisasi itu, yang akhirnya bisa mengakibatkan kematian, “ jelasnya.Namun ia mengingatkan, agar kasus ini tidak dikaitkan dengan politik dan Pilkada yang sedang bergulir saat ini.”Inikan lagi dalam moment Pilkada, jadi jangan sampai hal ini dijadikan ajang untuk menjatuhkan kandidat satu dengan lainnya, karena untuk kepentingan politik. Ini murni persoalan kemanusiaan. Jadi tidak boleh ada unsur politik di dalamnya. Itu tidak boleh, “ tegas Edoardus Kaize.Bahkan ujar Edo, kasus ini tidak perlu dijadikan sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB) karena ini proses yang terjadi mulai dari bulan September 2017, tapi baru sekarang mencuat.“Kalau sudah ada kejadian seperti ini, kan kita bertanya, dimana kita punya program kaki telanjang, terapung dan seribu hari kehidupan yang merupakan program dari Dinas Kesehatan. Apalagi dengan dana 80 persen ke kabupaten, program itu dimana semua sampai bisa kejadian seperti itu, “ ketus Edoardus Kaize.Dengan kejadian ini, tambah Edo, pihaknya berencana akan membentuk Pansus dalam menangani masalah tersebut. (Tiara)
(Sumber : SKH Pasifik Pos, Rabu, 17 Januari 2018)

 

 

 

 

Bamus Sudah Distribusikan Anggota 14 Kursi ke Semua Fraksi
Jhon Gobay : Kecuali Fraksi PDI Perjuangan Tidak Mau Terima Kami

Jhon Gobal

Jayapura,- Anggota DPR Papua 14 kursi, Jhon R Gobai mengungkapkan, berdasarkan hasil rapat Badan Musyawarah (Bamus) sudah didistribusikan 14 angggota DPR ke dalam fraksi-fraksi.”Untuk Fraksi Demokrat ada tiga orang, Fraksi FKPN ada 3 orang, Fraksi FKPB ada 3 orang. Kecuali Fraksi PDI Perjuangan yang tidak mau menerima kami,” kata Jhon Gobai kepada Wartawan di Kantor DPR Papua, Rabu (17/1/18).Apalagi kata Jhon Gobai, kami 14 anggota ini sudah memilih sesuai dengan jatah di semua fraksi dan sekarang surat dari sekretariat sudah di ajukan kepada ketua ketua fraksi untuk ditandatangani.”Setelah ditandatangani akan dibagikan ke fraksi-fraksi, lalu kemudian dari fraksi inilah yang akan menyurati ke komisi-komisi dan alat kelengkapan dewan yang lain, yakni di Badan Musyawarah, Badan Legislasi dan Badan Anggaran,” jelasnya.Seperti Fraksi Gerindra lanjut Jhon Gobai, jatahnya ada di komisi I dan II. Sehingga dari 14 orang ini akan memilih, apakah mau di Komisi I atau Komisi II. Tapi tidak menutup kemungkinan jika keduanya mau masuk di komisi yang sama, begitupun sebaliknya dengan fraksi fraksi lainya.”Secara umum kami semua sudah melapor kepada pimpinan Fraksi secara lisan bahwa kami bergabung dengan mereka dan mereka menerima itu, karena ini merupakan hasil rapat di Bamus, ” ujarnya.Namun kata Jhon, untuk sementara ini pihaknya hanya masih menunggu surat keputusan dari pimpinan DPRP, dalam hal ini ketua DPRP. Tapi untuk mekanismenya sudah jelas dan sudah disepakati dengan Bamus.”Kami sudah mulai beradaptasi dan mulai perkenalan dengan teman teman di masing masing Fraksi yang telah kami pilih. Contoh saya yang memang sudah mulai memperkenalkan diri di Fraksi Gerindra,” pungkasnya. (Tiara)
(Sumber : SKH Pasifik Pos, Rabu, 17 Januari 2018)

 

 

 

 

Anggota DPRP 14 Kursi Harus Ikuti Tatib Dewan

Ruben Magai, S.IP

Jayapura,- Ketua Komisi I DPR Papua, Ruben Magai mengungkapkan, Anggota DPR Papua dari jalur 14 kursi harus mengikuti tata tertib (Tatib) dewan dimana dilebur ke alat kelengkapan dewan misalnya fraksi dan fraksi yang akan mengutus mereka ke setiap komisi.”Ini harus jelas supaya mereka dapat melaksanakan tugas-tugasnya dalam pansus DPR Papua dan komisi,” kata Ruben kepada Wartawan di kantor DPR Papua, Selasa (16/1/18).Dengan begitu lanjut Ruben Magai, anggota DPR Papua 14 kursi ini tahu posisi mereka. Misalnya tugas dewan lainnya mereka bisa dapatkan tugas itu.”Anggota 14 kursi dengan kami anggota dari partai politik hak kedewannya sama, tapi mereka hanya diatur khusus dalam tatib dewan tapi tidak dapat membentuk Fraksi dan Komisi sendiri,” jelasnya.Untuk itu kata Ruben, setiap Fraksi di DPR Papua mendapat atau menampung dua anggota 14 kursi ini. Tapi nanti Fraksi yang akan menentukan anggota 14 kursi yang akan didistribusikan ke Komisi yang mana saja.”Jadi dua-dua orang mereka masuk ke Komisi dan Fraksi. Tapi harus ada surat keputusan dewan, supaya menjadi dasar. Suratnya sudah diusulkan tinggal di tandatangani ketua,” terangnya. (Tiara)
Sumber : SKH Pasifik Pos, Selasa, 16 Januari 2018)

 

 

 

 

Kadepa : Balita dan Anak Terserang Penyakit di Asmat, Bupatinya Kemana?
“Jangan Kaitkan Masalah Asmat Dengan Pilkada”

Laurenzus Kadepa

 Jayapura, – Penyakit Campak dan Gizi Buruk di Kabupaten Asmat yang membuat puluhan anak dan balita meninggal dunia dan puluhan lainnya dirawat di rumah sakit, kini menjadi perhatian serius Anggota DPR Papua, Laurenzus Kadepa.
Bahkan, legislator Papua ini mempertanyakan kinerja Bupati Asmat, karena harusnya dia yang lebih tahu kondisi masyarakatnya dan letak geografisnya. Sehingga dia harusnya sangat memahami.”Asmat inikan sudah dimekarkan, sehingga bupati harus berkomitmen untuk bekerja melayani masyarakat dan harus selalu ada di tempat, jangan terus-terus ke luar daerah jika tidak ada hal penting, ” kata Laurenzus Kadepa ketika ditemui Pasific Pos di ruang kerjanya, Selasa (16/1/18) sore.Menurut Kadepa, bupati seharusnya berada di tempat dengan meskipun dengan APBD hanya sedikit, tapi anggaran yang ada harus dimaksimalkan. Kelemahannya dimana harus berkoordinasi dengan Pemerintah Provinsi dan Pusat.”Apa yang bupati pikir dan setiap hari dia bikin apa. Bekerja untuk siapa. Memang dana minim, tapi itu harus dimanfaatkan dengan baik demi kesejahteraan masyarakat setempat, “ ujarnya.Namun kata Kadepa, semua itu kembali lagi kepada kemauan kepala daerah dalam hal ini Bupatinya.“Saya juga tidak tahu para Bupati ini setiap hari mereka bikin apa. Apakah setiap hari mereka berpikir untuk bagaimana periode ini habis, dan selanjutnya berpikir untuk mencalonkan diri kembali, lalu anggaran yang ada diinvestasi yang tujuannya untuk beli-beli Partai, sehingga hak-hak masyarakat dipangkas-pangkas untuk membeli partai, “ ketus Kadepa.
Politisi Partai NasDem ini prihatin dengan kinerja para Bupati terutama yang daerahnya pernah ada masalah misalnya Asmat, Yahukimo, Nduga, Deiyai, Paniai dan Timika.”Saya lihat, pemerintah pusat, pemprov, pemkab, hingga NGO (Non-governmental organization), hingga kini belum ada perubahan. Nanti ada kejadian baru kocar kacir untuk bertindak. Seharusnya ini sudah diantisipasi sehingga bisa dihindari,” kata Kadepa.
Seharusnya tandas Kadepa, sebelum ada korban, dilakukan pencegahan. Ke depan jangan tunggu korban dulu baru kita betindak. Ini yang harus dipahami semua pemangku kepentingan dari pusat hingga kabupaten.Bahkan, Laurenzus Kadepa juga mengingatkan agar kasus Asmat ini tidak dijadikan komoditi politik karena ini murni masalah kemanusiaan.”Jangan kaitkan masalah Asmat dengan Pilkada. Ini murni masalah kemanusiaan. Jadi siapapun yang punya hati baik pemprov, pemerintah pusat, jangan menggunakan ini sebagai alat politik dalam tahun politik ini,” kata Kadepa mengingatkan.
Meskipun tambah Kadepa, dana minim tapi dipakai dengan hikmat untuk bagaiamana dikelolah dana itu demi masyarakat.“Harus koordinasi dengan provinsi dan bangun hubungan kerja. Jangan hanya pintar-pintar bangun hubungan kerja hanya untuk mendapatkan Partai. Jadi untuk selamatkan masyarakat jangan setengah-setengah, segera lakukan komunikasi dengan Gubernur, DPRP, juga dengan Dinas terkait bahkan bila perlu koordinasi dengan Presiden. Jadi saya lihat di sini Bupatinya yang kurang koordinasi, “ pungkasnya.Namun Laurenzus Kadepa berterima kasih karena Kodam, Polda dan Presiden sudah mengirim tim, dan Dinkes Papua juga akan melakukan hal yang sama untuk menangani campak dan gizi buruk di Kabupaten Asmat. (Tiara)
(Sumber : SKH Pasifik Pos, Selasa, 16 Januari 2018)

 

 

 

 

LUKMEN dan JOHSUA Diminta Kendalikan Pendukungnya
Emus : Kedua Tim Relawan Jangan Saling Serang di Medsos

Emus Gwijangge

Jayapura,- Anggota DPR Papua, Emus Gwijangge meminta kepada kedua tim pasangan calon Gubernur-Wakil Gubernur Papua dalam hal ini LUKMEN dan JOHSUA jangan saling serang di media sosial (Medsos), tapi sebagai tim, mereka dapat mengendalikan para pendukungnya.Bahkan, kata Emus belakang ini ada sekitar 70 persen para pedukung pasangan calon secara terbuka mereka saling serang dan saling sindir di media sosial.”Saya lihat dua tim relawan ini yang terkesan saling serang sekarang. Sehingga kedua pasangan calon mereka harus dapat kendalikan relawannya. Jangan ada gerakan tambahan yang dapat menimbulkan konflik, “ kata Emus Gwijangge ketika ditemui Pasific Pos diruang kerjanya, Senin (15/1/18).Menurut legislator Papua ini, masih ada waktu ke depan, sebelum hari pencoblosan, sehingga jangan saling serang lewat isu-isu yang belum diketahui kebenarannya.”Jadi hanya kedua kandidat ini yang dapat mengendalikan massanya. Kalau tim sukses mungkin masih bisa menahan diri, tapi kadang tim relawan ini yang selalu saling serang dan bikin gerakan tambahan. Sebaiknya jangan membuat isu-isu yang provokatif, ” tandas Emus.”Jadi kami minta kepada kedua kandidat tolong perintahkan relawannya agar masing-masing dapat mengendalikan diri dan tidak saling menyebar isu yang tidak benar,” sambungnya.Bahkan kata Emus, jika ada hal yang berkaitan dengan hukum, sebaiknya diserahkan kepada pihak penegak hukum. Sehingga apa yang menjadi ranah dan tugas Bawaslu serta KPU, dapat disampaikan kepada lembaga tersebut.”Jadi kandidat harus ingatkan relawannya atau pendukungnya jangan membangun isu yang dapat menimbulkan gesekan di masyarakat lalu kemudian menjadi konflik, “ pintanya.Emus menambahkan, seharusnya Tim LUKMEN dan Tim JOHSUA mereka harus bekerja sampai akar rumput. Tidak usah kedua tim relawan ini saling serang dan bangun isu yang tidak benar.“Tidak usah kalian saling serang di Medsos atau bahkan menyebarkan isu-isu yang tidak benar sehingga menilmbulkan konflik. Selain itu kedua tim kandidat ini juga jangan saling mendiskreditkan satu sama lain.Untuk itu ia berharap kepada Tim Relawan LUKMEN – JWW, agar kedua Tim relawan dapat bekerja secara profesional dan jangan membangun isu-isu yang provokatif atau isu-isu yang bisa menimbulkan konflik horizontal pada kedua tim tersebut.Namun Diakui Emus, sebelumnya ia sudah pernah menyampaikan hal yang sama di beberapa media. Untuk itu, sebagai wakil rakyat ia kembali mengingatkan kepada kedua kandidat agar dapat mengendalikan pendukunganya, sehingga Pilkada dapat berjalan dengan baik sesuai apa yang kita harapkan semua.“Jadi kepada kedua tim pemenangan untuk LUKMEN dan JOHSUA sebaiknya bekerja saja tidak usah bangun opini yang tidak benar. Sebaiknya menahan diri untuk tidak memprovokasi satu sama lain. Seharusnya kedua Tim ini mereka bekerja sama agar Pilgub 2018 ini dapat berjalan dengan aman dan lancar, “ tutup Emus. (Tiara)
(Sumber : SKH Pasifik Pos, Senin, 16 Januari 2018)

 

 

 

 

Eksekutif diingatkan tidak terlambat serahkan DIPA

Jayapura, Jubi – Anggota Fraksi Demokrat DPR Papua, Thomas Sondegau berharap, eksekutif segera menyerahkan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Provinsi Papua tahun ini, sehingga organisasi perangkat daerah (OPD) dapat segera melaksanakan program kerja, agar tidak berdampak pada penyerapan anggaran seperti tahun sebelumnya.”Kami harap DIPA segera diserahkan, karena belajar dari tahun anggaran lalu, salah satu penyebab tidak maksimalnya penyerapan anggaran, karena penyerahan DIPA terlambat,” kata Thomas kepada Jubi, Selasa (16/01/2018).
Katanya, jika DIPA terlambat diserahkan, akan mempengaruhi proses lelang pekerjaan di OPD. Bahkan tahun anggaran 2017, ada proyek yang gagal lelang.”Kalau DIPA secepatnya diserahkan, mungkin Februari atau Maret 2018, proses lelang pekerjaan di OPD sudah dapat dilakukan, dan program nonfisik dalam dilaksanakan,” ujarnya.Katanya, disayangkan jika sampai penyerapan anggaran tidak maksimal, karena dana yang mestinya dipakai untuk program di daerah, harus dikembalikan ke kas negara.”Salah satu pekerjaan fisik yang harus dikejar adalah pembangunan venue PON XX, jembatan Hamadi ke Holtekamp dan jalan lingkar dari Entrop ke Skyland di Kota Jayapura,” katanya.
Ketua DPR Papua (DPRP), Yunus Wonda mengatakan, hasil persentasi tim anggaran Pemprov Papua terkait hasil evaluasi APBD Papua tahun anggaran 2018 di Kementerian Dalam Negeri, tidak begitu banyak hal yang dicoret.”Hanya satu dua saja. Ini menandakan penyusunan APBD Papua tahun ini cukup baik, kami harap DIPA segera dilakukan,” kata Wonda akhir pekan lalu.Katanya, jika DIPA secepatnya diserahkan, maka berbagai program dapat segera dilaksanakan.”Ya, minimal Februari semua kegiatan dapat dilaksanakan,” ujarnya. (*)
(Sumber : Tabloid Jubi, Selasa, 16 Januari 2018)

 

 

 

 

Saham PTFI Dikhawatirkan Memicu Polemik Antara Pemilik Ulayat

Penandatanganan perjanjian pengambilan saham divestasi PT Freeport Indonesia sebesar 10 persen, di Jakarta, Jumat (12/1/2018) antara Pemerintah pusat, Pemerintah Provinsi Papua, Pemerintah Kabupaten Mimika dan PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) – Jubi/Bregas M. Dewanto

Jayapura, Jubi – Legislator Papua dari daerah pemilihan Mimika, Deiyai, Dogiyai, Nabire, Intan Jaya, dan Paniai, Laurenzus Kadepa, khawatir pemberian 10 persen saham PT Freeport Indonesia (PTFI) kepada pihak di Papua, akan memicu munculnya polemik antara tujuh suku pemilik ulayat area penambangan PT Freeport.Menurut dia, informasinya 10 persen saham itu akan dikelola beberapa pihak di Papua. Tiga persen Pemprov Papua, tiga persen Pemkab Mimika, tiga persen untuk dua suku di Mimika yakni Kamoro dan Amungme, dan satu persen akan dikelola BUMD Kabupaten Mimika.
“Kalau hanya dua suku yang dapat, bagaimana dengan lima suku lain yang wilayahnya juga menjadi area penambangan Freeport?” kata Kadepa kepada Jubi, Sabtu malam (13/01/2018).Ia mengatakan, selain Kamoro dan Amungme, area penambangan PTFI juga berada di wilayah suku Mee, Moni, Damal, Nduga, dan Dani. Lima suku ini mau dikemanakan, sama saja menciptakan konflik baru.”Jika pembagian tidak jelas, berpotensi memicu konflik antara suku di sekitar area penambangan Freeport. Gunung yang ditambang Freeport, Gresberg atau sering disebut Gresberg Wanagon, bukan bahasa Kamoro atau Amunge, tapi bahasa Moni,” ujarnya.Katanya, pembagian yang tidak adil, tak hanya untuk suku di sekitar area Freeport. Pemerintah Indonesia juga tidak adil memberikan saham kepada Pemprov Papua dan Pemkab Mimika. Dari 51 persen divestasi saham Indonesia, mestinya Papua mendapat 30 persen, atau setidaknya, setengah dari itu, karena emas dan tembaga yang ditambang Freeport, merupakan kekayaan alam orang asli Papua.”Selama PT Freeport masih beroperasi di Papua, akan tetap ada masalah. Kalau saya, solusinya Freeport ditutup, karena sejak dulu Freeport ini selalu menimbulkan masalah,” katanya.Direktur Utama PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum), Gunadi Sadikin memastikan komitmen pembagian kepemilikan ini untuk mendorong pemerintah daerah, agar dapat mempunyai saham di PT Freeport Indonesia.Inalum akan bekerjasama dengan Pemprov Papua dan Pemkab Mimika mencari skema pembiayaan yang sesuai untuk divestasi ini.”Pendanaan skema ini tidak ada dari APBN dan APBD, tugas kami bekerjasama dengan Pemprov Papua dan Pemkab Mimika untuk mencari pendanaan,” kata Gunadi Sadikin. (*)
(Sumber : Tabloid Jubi, Sabtu, 13 Januari 2018)

 

 

 

 

Legislator Papua ajak lembaga terkait menata ulang izin pertambangan

Jayapura, Jubi – Legislator Papua, John NR Gobai mengajak sejumlah lembaga terkait seperti kepolisian, DPR dan Dinas ESDM Provinsi Papua menata ulang izin pertambangan di Papua.”Di Papua ini, izin tambang harus dibereskan,” kata Gobai, Jumat (12/1/2018).Hasil pertemuanya dengan Kapolda Papua, telah menyampaikan hasil kunjungan kerjanya di Nifasi, Kabupaten Nabire karena ada temuan yang terkait masalah hukum, diduga melibatkan perusahaan serta investor.
Salah satunya perusahaan di Nabire, PT PMJ diduga membagikan lahan untuk beberapa orang melakukan ekplorasi. “Ini merupakan ranah Polda. Kami pilah, yang ranah hukum ke Polda, yang ranah DPRP kami laporkan ke ketua DPRP,” ujar Gobai menambahkan.Ia juga meminta Polda menghentikan proses hukum terhadap masyarakat atas laporan pengusaha, karena jika penegakan hukum dilakukan, oknum pengusahan di Nifasi seharusnya diperiksa juga.”Kalau mau turunkan tim atas laporan pengusaha, pengusaha itu juga melanggar hukum. Perusahaannya berpoduksi padahal izinnya eksplorasi,” katanya.Legislator Papua lainnya, Orgenes Wanimbo mengatakan aturan atau perizinan pertambangan di Papua memang perlu dikaji ulang  agar tidak terjadi tumpang tindih.”Kini aturan terbaru izin dikeluarkan provinsi. Namun masih ada izin perusahaan yang dulunya dikeluarkan kabupaten, masih berlaku,” kata Orgenes.Ia mengusulkan, jika perlu semua izin perusahaan yang masih berlaku dicabut dan dilakukan penataan ulang. (*)
Sumber : Tabloid Jubi, Sabtu, 13 Januari 2018)

Legislator Papua dari wilayah adat Meepago, John NR Gobai (tengah), saat melakukan kunjungan kerja di perusahaan tambang di daerah Musairo, Nifasi, Kabupaten Nabire – Jubi. Dok

 

 

 

KPU minta DPRP tidak menahan berkas keaslian Cagub

Foto : Robby                                                                                                                                                                                                                               Ketua KPU Papua, Adam Arisoi menyerahkan berkas verifikasi keaslian orang Papua bakal pasangan calon gubernur dan wakil gubernur Papua kepada Ketua Komisi I DPRP Ruben Magai.S.IP

 

Jayapura, Jubi – Ketua KPU Papua, Adam Arisoi berharap, DPR Papua (DPRP) menahan berkas keaslian orang Papua pasangan bakal calon gubernur-wakil gubernur ke Majelis Rakyat Papua (MRP).MRP akan memverifikasi faktual pascadiserahkan KPU ke DPRP.”Kami harap ini dipercepat diserahkan ke MRP, saat kami serahkan ini ke DPRP. Jangan ditahan lama-lama di DPRP,” kata Adam Arisoi usai menyerahkan berkas ke DPRP, pada , Jumat (12/1/2018).
Menurut dia  verifikasi keaslian bakal pasangan calon merupakan kewenangan MRP, sesuai undang-undang Otsus Papua. “Memang kami revisi jadwal secara nasional, karena Papua ada kekhususan sehingga kami masukkan verifikasi terhadap keaslian orang Papua,” kata Adam menambahkan.Penyerahkan dokumen biodata para bakal calon itu diharapkan segera ditindaklanjuti, apa lagi undang-undang sudah mengatur tugas setiap lembaga, sehingga, tanggung jawab itu harus dilaksanakan.
Ketua Komisi I DPR Papua, Ruben Magai yang mewakili pimpinan DPRP menerima berkas dari KPU,  mengatakan  pemilihan gubernur Papua berbeda dengan daerah lain, karena ada tiga lembaga yang berperan yakni KPU, DPRP dan MRP.”Undang-undang Otsus memberikan kewenangan kepada DPRP, sehingga DPRP tindaklanjuti degnan perdasus no 6 tahun 2011, dan sudah dilaksanakan selama dua periode,” kata Ruben.Menurut dia ada tahapan yang dilakukan di DPR Papuadi antaranya  DPRP telah membentuk pansus Pilgub yang segera menyusun jadwal kerja disesuaikan dengan jadwal KPU Papua. (*)                                                                                 Sumber : Tabloid Jubi, Jumat, 12 Januari 2018)

 

 

 

 

Tes Bahasa Ibu Bagi Cagub dan Cawagub Dinilai Sangat Penting
Decky Nawipa : Ini Untuk Membuktikan Jati Diri Dari Para Calon

Jayapura,- Legislator Papua, Decky Nawipa menilai seharusnya pasangan bakal calon gubernur Papua dan wakil gubernur Papua lakukan tes bahasa ibu atau bahasa daerah.Apalagi kata Decky, tes bahasa ibu atau bahasa daerah terhadap bakal calon gubernur dan wakil gubernur Papua oleh Majelis Rakyat Papua (MRP), merupakan ajang untuk membuktikan jati diri bagi para bakal calon, sebagai orang asli Papua yang sesungguhnya.“Memang seharusnya begitu, para pasangan bakal calon gubernur-wakil gubernur Papua dites menggunakan bahasa daerahnya atau bahasa ibu. Ya tidak apa-apa sih, tapi itu lebih bagus lagi, karena mereka yang maju ini adalah anak daerah asli Papua. Daripada mengaku anak daerah tapi tidak tahu bahasa ibunya sendiri,” kata Decky, Kamis (11/1/18).
Bahkan tandas Anggota Komisi IV DPR Papua ini, semua anak asli Papua harus tahu bahasa ibu, atau bahasa daerahnya. Sehingga dalam tahapan inilah, para bakal pasangan pimpinan Papua harus membuktikan itu.”Saya setuju tes bahasa daerah itu. Kalau dibilang anak daerah akan mencalonkan diri, ya buktikan sudah. Itu lebih bagus. Jadi semua anak asli Papua harus bisa. Jangan sampai anak daerah tapi tidak tahu bahasa daerahnya,” tandas Decky Nawipa.
Namun Politisi Partai Gerindra ini berharap, supaya MRP tetap independen dalam melakukan tahapan yang menjadi tugas mereka, dan sebagai lembaga kultur, MRP harus netral, tidak memihak kepada siapapun.”Tugas MRP ini, memverifikasi keaslian orang asli Papua para bakal calon. Jadi mereka hanya pada posisi itu, tidak lebih. Jangan memposisikan diri sebagai lembaga politik,” tegasnya. (Tiara)
(Sumber : SKH Pasifik Pos, Kamis, 11 Januari 2018)

 

 

 

 

Pabrik betatas tak dianggarkan dalam APBD 2018.

Jayapura, Jubi – Anggota Komisi II DPR Papua yang membidangi ekonomi dan industri, Mustakim mengatakan, dalam APBD induk tahun anggaran 2018, pembangunan pabrik betatas (ubi jalar) tidak dianggarkan.Menurutnya, ini disebabkan anggaran difokuskan untuk pembangunan infrastruktur PON XX di Papua, 2020 mendatang.”Kami akan dorong anggarannya nanti dalam APBD perubahan tahun anggaran ini,” kata Mustakim, Selasa (9/1/2018).Katanya, meski tidak dianggarkan dalam APBD induk tahun ini, namun pembangunan pabrik betatas di Arso, Kabupaten Keerom tetap berjalan.”Ya, pada prinsipnya pembangunan pabrik tetap berjalan. Nanti, ketika pabrik berdiri dengan sendirinya, SKPD terkait harus mensosialisasikan kepada masyarakat,” ujarnya.Katanya, SKPD yang dimaksud adalah yang berkaitan dengan ekonomi, di antaranya Dinas Tanaman Pangan, Dinas Perindustrian dan Perdagangan, dan beberapa lainnya.”Tidak bisa satu dinas saja menangani, tapi dinas rumpun ekonomi,” katanya.Wakil Ketua Komisi II DPR Papua, Deerd Tabuni mengatakan, pabrik betatas di Arso akan dibangun di atas lahan seluas 10 hektare. Dalam APBD 2017, dianggarkan senilai Rp10 miliar.”Anggaran senilai Rp7 miliar untuk pembangunan pabrik, ada di Disperindag Provinsi Papua dan Rp3 miliar untuk pembangunan jalan menuju lokasi pabrik dikelola Dinas Pekerjaan Umum (PU) Provinsi Papua,” kata Deerd Tabuni belum lama ini.Katanya, masyarakat telah menanti pembangunan pabrik betatas itu, karena beberapa tahun lalu dinas terkait terkait telah memprogramkan menggalakkan penanaman batatas.”Sejak tahun 2008, Kementerian Perindustrian telah memberikan bantuan mesin pengelolaan betatas menjadi tepung kepada Pemprov Papua. Kami akan terus mengawal proses pembangunan,” ucapnya. (*)
(Sumber : Tabloid Jubi, 10 Januari 2018)

 

 

 

 

Baleg DPRP dukung keinginan presiden pangkas aturan birokrasi

Jayapura, Jubi – Badan Legislasi (Baleg) Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP), menyatakan mendukung sikap Presiden Jokowi yang meminta pemerintah daerah memangkas aturan birokrasi yang rumit, terutama dalam pengurusan izin yang dinilai cenderung menjadi pintu masuk terjadinya korupsi, kolusi, nepotisme (KKN) dan pungutan liar.
Ketua Baleg DPR Papua, Ignasius W Mimin mengatakan, sebelum presiden menyampaikan hal itu, pihaknya sejak beberapa waktu lalu menyatakan aturan yang rumit dalam birokrasi, perlu dievaluasi dan direvisi.”Kami sudah sampaikan hal ini dalam sidang peripurna DPRP, melalui pandangan badan legislasi,” kata Mimin, Rabu (10/1/2018).Menurutnya, banyaknya aturan yang ada selama ini, membuat pihaknya telah meminta eksekutif menginventarisir peraturan daerah (perda) yang ada sebelum dan sejak Otsus berlaku.”Di situ akan dilihat mana perda yang sudah dilaksanakan, mana yang belum. Kami akan kerja sama dengan Biro Hukum Pemprov Papua untuk hal ini,” ujarnya.
Katanya, jika Presiden Jokowi telah mengeluarkan pernyataan seperti itu, tentu ia punya penilaian tersendiri terhadap aturan birokrasi.”Kalau presiden sudah bicara begitu, berarti beliau menilai ini memang menjadi celah untuk terjadinya KKN dan pungli, dan ini harus didukung,” katanya.Presiden Joko Widodo atau Jokowi ingin memangkas aturan birokrasi yang dianggap mempersulit proses perizinan atau administrasi, lantaran diduga hal itu dapat dimanfaatkan untuk niat korupsi.”Saya mau buat lomba. Siapa yang dapat memangkas banyak peraturan, saya beri hadiah,” kata Jokowi belum lama ini.Katanya, deregulasi peraturan harus segera dilakukan karena banyak aturan yang tak jelas di Indonesia dan dapat dimanfaatkan untuk transaksi korupsi. Aturan-aturan itu juga membuat proses perizinan investasi lamban. Padahal Indonesia sedang berupaya menggenjot investasi.”Menjengkelkan karena setiap bergerak ada aturannya, ada izinnya, ada persyararannya, sehingga semua jenis layanan administrasi harus disederhanakan, harus dipangkas,” ucapnya. (*)                                                                                                                 Sumber : Tabloid Jubi, 10 Januari 2018)

 

 

 

 

Percepat infrastruktur PON, anggaran OPD berkurang

Jayapura, Jubi – Legislator Papua, Mustakim mengatakan, untuk mempercepat pembangunan infrastruktur pendukung Pekan Olahraga Nasional (PON) XX di Papua, tahun ini anggaran untuk organisasi perangkat daerah (OPD) di lingkungan Pemprov Papua berkurang.Menurutnya, anggaran di setiap OPD berkurang hingga 30 persen, termasuk sejumlah OPD yang membidangi ekonomi, dan menjadi mitra komisinya, Komisi II DPR Papua.”Secara keseluruhan, dana untuk OPD, semua rata-rata turun sekitar 30 persen dibanding tahun lalu,” kata Mustakim, Selasa (9/1/2018).
Katanya, tahun ini difokuskan untuk pembangunan infrastruktur PON, lantaran waktu efektif tersisa dua tahun lagi, sebelum pelaksanaan PON Papua, 2020.”Pada 2019 kan harus selesai. Untuk itu, kami berharap terutama OPD rumpun ekonomi, semaksimal mungkin menggunakan anggaran yang ada, dan tidak mengurangi semangat mendukung suksesnya PON,” ujarnya.
Ia mengatakan, semua OPD diharapkan mendukung suksesnya PON Papua, sesuai bidangnya, termasuk OPD rumpun ekonomi.”Misalnya Dinas Perindustrian, Dinas Pariwisata dan lainnya. Ini harus saling mendukung satu sama lain,” katanya.
Ketua DPR Papua, Yunus Wonda mengatakan, memang banyak konsekuensi yang terjadi di OPD. Tapi intinya, diharapkan anggaran pembangunan venue PON tidak terhambat.”Kini semua OPD perlu berpikir bagaimana pembangunan venue PON dapat dilaksanakan, tanpa ada masalah di kemudian hari. Dana-dana yang bisa digeser akan dilakukan pihak eksekutif,” kata Wonda belum lama ini. (*)
Sumber : Tabloid Jubi, 10 Januari 2018)

 

 

 

 

Nelayan asli Papua diharap bisa dilindungi Pergub

Jayapura, Jubi – Anggota DPR Papua dari jalur 14 kursi daerah pemilihan wilayah adat Meepago, John NR Gobai, mengatakan nelayan tradisional/lokal asli Papua perlu dilindungi dengan peraturan gubernur (pergub) tentang perlindungan dan pemberdayaan nelayan lokal/tradisional, yang mengatur zona mencari ikan, tempat pemasaran atau harus ada penampungan yang membeli ikan dari nelayan tradisional, dan lainnya.”Misalnya di Kabupaten Mimika, PT Pangan Sari harus membeli ikan dari nelayan di sana,” kata John Gobai ketika menghubungi Jubi, Senin (8/1/2018).
Menurutnya, ketika melakukan kunjungan kerja ke Mimika, beberapa hari lalu, ia bertemu dengan masyarakat suku Kamoro di Kampung Kekwa, Distrik Mimika Tengah.”Kondisi perikanan di sana memprihatinkan. Masyarakat susah mendapat Bahan Bakar Minyak (BBM), untuk membeli BBM, mereka harus ke SPBU Nawaripa Timika, dengan jarak tempuh dari Pomako 15 kilometer. Nelayan di wilayah itu juga tidak memiliki pasar layak,” ujarnya.
Menurutnya, hingga kini belum ada regulasi daerah yang mengatur zona mencari ikan untuk nelayan lokal dan nonlokal. Padahal, jika dilihat dari jumlah kapal ikan dan perahu motor yang mencapai 200 lebih, tidak seimbang dengan perahu tradisional suku Komoro dan Asmat.”Perlindungan nelayan tradisional suku Komoro dan Asmat harus segera dilakukan secara strategis, dengan regulasi daerah,” katanya.Kata Gobai, ia akan melaporkan hal ini kepada ketua DPR Papua, dan berkoordinasi dengan kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Papua, karena masalah seperti ini tidak hanya di Mimika, tapi juga di beberapa kabupaten lain di Papua.Kesulitan memasarkan ikan hasil tangkapan, juga dikeluhkan nelayan di Distrik Waan, Kabupaten Merauke. Ribuan ikan hasil tangkapan nelayan setempat terpaksa dibuang atau dikuburkan, karena sulit dipasarkan dan keterbatasan tempat penampungan.”Nelayan juga tidak bisa membuat ikan asin karena sulit mendapatkan garam. Kami hanya mengambil gelembungnya saja. Jenis ikan macam-macam, antara lain kakap dan mubara,” kata salah satu nelayan Waan, Abukasim Maswatu kepada Jubi beberapa waktu lalu.Menurutnya, setiap hari nelayan beberapa kampung di Distrik Waan melepas pukat, dan hasil tangkapannya bisa mencapai puluhan ton. Namun ikan-ikan itu sulit dijual. (*)

 

 

 

 

Ini solusi legislator untuk penyelesaian pelanggaran HAM Papua

Jayapura, Jubi – Legislator Papua, John NR Gobai, menyarankan salah satu solusi kepada pemerintah pusat untuk menyelesaikan masalah pelanggaran HAM di Papua.Ia mengatakan, salah satu solusi yang perlu diambil, jika negara belum dapat memberikan pengakuan kepada Papua, yakni Presiden Jokowi perlu mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) atau mengamandemen Undang-Undang (UU) No 39 Tahun 1999, tentang Hak Asasi Manusia (HAM) dan UU No 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM.Menurutnya, dalam Perpu atau amandemen itu, hal pokok yang mestinya masuk sebagai implementasi mendasar dari UU No 21 Tahun 2001 yakni pembentukan Komisi HAM Papua yang memiliki kewenangan sama dengan Komnas HAM RI, bukan Komnas HAM RI perwakilan Papua.”Hal lain, dibentuk Pengadilan HAM, sehingga mesti ada pasal yang mengatur secara khusus dalam UU No 26 Tahun 2000, dan mengacu pada UU No 21 Tahun 2000. Selain itu, dibentuk Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR),” kata Gobai kepada Jubi, Minggu (7/1/2018).Menurutnya, ini perlu dilaksanakan dengan norma hukum lex specialis, apalagi dalam UU No 21 Tahun 2001, telah tersurat pembentukan Pengadilan HAM dan KKR.”Pengadilan HAM dan KKR adalah jalan penyelesaian Pelanggaran HAM menurut UU No 21 tahun 2001,” ujarnya.
Katanya, memang ironis meski Indonesia memiliki UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM, dan UU Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM, sebagi instrument hukum dalam penegakan hukum dan perlindungan HAM, namun khusus di tanah Papua, Pemerintah Indonesia tidak pernah memiliki kemauan politik menyelesaikan berbagai tindakan yang dikategori pelanggaran HAM berat, sebagaimana diatur dalam pasal 7, pasal 8 dan pasal 9 UU No 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM.Kekerasan demi kekerasan telah ditanamkan. Jika kekerasan dilakukan negara, melalui oknum aparat menggunakan alat negara terhadap rakyat Papua, telah menamkan kebencian rakyat Papua.”Ditambah lagi praktik impunitas terhadap oknum pelaku, karena pelanggaran HAM itu, masyarkat Papua meminta pengakuan atas kemerdekaan sebagai sebuah negara yang pernah ada pada 1961,” ujarnya.
Kepala kantor perwakilan Komnas HAM Papua, Frits Ramandey, mengatakan KKR merupakan bagian dari solusi menyelesaikan kasus hukum bernuansa HAM di Papua.Jika nanti KKR ini dapat terbentuk, diharapkan bekerja di luar pengadilan, untuk kepentingan rekonsiliasi, meski kedudukan KKR tidak dapat disetarakan dengan pengadilan HAM.”UU terkait KKR memang telah dicabut secara nasional, namun jika mengacu pada UU Otsus Papua, terbentuknya KKR dibutuhkan untuk penyelesaikan kasus bernuansa HAM. Tidak hanya kekerasan, juga non-kekerasan,” kata Frits kepada Jubi belum lama ini. (*)
(Sumber : Tabloid Jubi, Minggu,07 Januari 2018)

 

 

 

 

Pergub HAM Papua tersandung Biro Hukum

Jayapura, Jubi – Kepala kantor Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) perwakilan Papua, Frits Ramandey mengatakan, peraturan gubernur (pergub) Papua terkait HAM hingga kini belum terealisasi, lantaran masih tersandung di Biro Hukum Setda Provinsi Papua.Ia mengatakan, Gubernur Papua, Lukas Enembe berkomitmen mengenai hal ini. Bahkan sudah menugaskan Asisten I, Doren Wakerkwa, dan Doren telah meneruskan petunjuk gubernur kepada Biro Hukum Setda Provinsi Papua.”Komnas HAM secara kelembagaan telah menyelesaikan draf pergubnya. Draf pergub ini bukan pertama kali ada di Indonesia. Di Yogyakarta sudah ada, Palu juga. Ini bukan sesuatu yang baru. Ini yang menjadi pertanyaan terhadap biro hukum Pemprov Papua,” kata Frits kepada Jubi, Senin (8/1/2018).Menurutnya, kini yang menjadi pertanyaan, apa alasan Biro Hukum belum merespons itu, padahal gubernur telah memerintahkannya. Kalau ada catatan terkait draf, seharusnya sampaikan kepada Komnas HAM untuk diperbaiki.”Biro Hukum dalam beberapa forum dengan Menteri Politik hukum dan HAM, menyampaikan komitmennya untuk menyelesaikan. Sangat disayangkan Biro Hukum yang tidak kooperatif,” ujarnya.Katanya, Komnas HAM sudah beberapa kali berkoordinasi dengan kepala Biro Hukum, namun tidak direspons. Padahal harus diingat Undang-Undang No 21 Tahun 2001 tentang Otsus Papua, juga lahir karena salah satunya ada tuntutan penyelesaian masalah HAM.”Komnas HAM meminta gubernur memanggil dan menanyakan kepada Kepala Biro Hukum, dana menanyakan apa alasan sehingga tidak melanjutkan pergub yang dijanjikan gubernur,” katanya.Legislator Papua, John NR Gobai mengatakan, ia juga mendapat informasi terkait keinginan gubernur Papua menerbitkan pergub mengenai HAM tersebut.”Itu harus ditindaklanjuti. Itu hak korban, sehingga korban jangan takut dan orang lain juga jangan menilai macam-macam terhadap korban, jika mereka menuntut keadilan,” kata Gobai. (*)
(Sumber : Tabloid Jubi, Senin,08 Januari 2018)

 

 

 

 

Legislator Nilai Pilgub Papua Tak Berpotensi Konflik

Jayapura, Jubi – Papua, salah satu provinsi di Indonesia yang disebut berbagai pihak rawan konflik ketika pelaksanaan pemilihan gubernur (pilgub), pada pemilukada serentak tahun ini.Namun anggota Komisi I DPR Papua yang membidangi pemerintahan, politik, hukum dan HAM, Laurenzus Kadepa mengatakan, jangan selalu pemilukada di Papua, terutama pilgub berpotensi konflik, karena secara pribadi ia tidak melihat hal itu.”Saya menilai pemilukada Papua, terutama pilgub biasa-biasa saja, sama seperti daerah lain, tidak luar biasa. Saya heran kalau pemilukada Papua hanya dilihat dari sisi konfliknya,” ujarnya kepada Jubi, pekan lalu.Menurut politikus Partai NasDem itu, kini ada pasangan bakal calon anak asli Papua yang disebut-sebut akan diusung partai politik dalam pilgub Papua.”Saya yakin, kedua pasangan bakal calon ini dewasa. Kedewasaan itu penting, saya harap itu juga diikuti tim sukses, karena kadang kandidat dewasa, tapi tim sukses yang menciptakan konflik,” katanya.Sukses tidaknya pemilukada lanjut, ditentukan berbagai pihak yang terlibat dalam pelaksanaan, di antaranya pasangan calon, tim sukses (timses) dan penyelenggara.”Saya pikir, kalau semua jalan sesuai aturan, terutama mereka yang terkait dengan pelaksanaan misalnya KPU, bawaslu atau panwas, aparat keamaan, kandidat dan tim suksesnya, pemilukada akan berjalan sesuai yang diinginkan,” ucapnya.Katanya, konflik dalam pemilukada, dapat terjadi kalau ada yang berupaya menciptakannya. Misalnya mengintervensi penyelenggara untuk kepentingan politik kelompok tertentu, penyelenggara tidak netral atau memihak kepada salah satu pasangan calon.Direktur Center for Election and Political Party (CEPP) Universitas Cenderawasih (Uncen) Jayapura, Dr. Edward Kocu mengatakan hal senada.Edwar secara pribadi tidak sependapat, jika ada yang menilai pilgub Papua dan pemilukada tujuh kabupaten di Papua tahun ini, berpotensi konflik.”Saya tidak melihat itu. Bagi saya, konflik itu akan terjadi kalau elite politik tidak dewasa, tidak cerdas, tidak santun, dan tidak berintegritas dalam berpolitik,” kata Edward kepada Jubi belum lama ini.Katanya, ada dua hal dalam pemilukada yang dapat menyebabkan konflik. Pertama, rendahnya kesadaran atau pendidikan politik para elite politik, hanya siap mencalonkan diri untuk menang, tidak siap kalah. Hal kedua adalah penyelenggara yang tidak melaksanakan tugas sesuai mekanisme dan aturan.Dari sisi penyelenggara, Ketua KPU Papua, Adam Arisoi mengatakan, pihaknya terus melakukan penguatan kepada KPUD di Papua, jelang pelaksanaan pemilukada tujuh kabupaten dan pilgub Papua tahun ini.”Kalau penyelenggara jadi sumber konflik, kami berhentikan. Itu komitmen. Daripada saya yang diberhentikan, kamu yang saya berhentikan,” kata Adam beberapa waktu lalu.(*)
(Sumber : Tabloid Jubi, Minggu,07 Januari 2018)

 

 

 

 

Masyarakat Jangan Terjebak Dengan Isu yang Menyesatkan
Emus : Masyarakat Tetap Tenang dan Menjaga Jalannya Pilkada di Papua

Jayapura, – Menjelang Pilkada serentak, Legsilator Papua, Emus Gwijangge mengimbau kepada seluruh masyarakat Papua dalam hal ini 29 kabupaten/kota agar masyarakat tetap tenang dan dapat menjaga jalannya Pilkada dengan damai di Papua.“Biarlah masyarakat melihat siapa pemimpin mereka untuk dapat memberikan suara mereka kepada sala satu calon pemimpin di Papua ini. Tapi jangan terjebak dengan isu-isu menyesatkan yang dibangun oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab,” kata Emus Gwijangge kepada Wartawan di Jayapura, Senin (8/1/18).
Untuk itu, Anggota Komisi I DPR Papua ini meminta agar masyarakat tidak mudah terprovokasi dengan isu-isu yang dihembuskan oleh oknum-oknum yang tak bertanggung jawab, apalagi dengan yang tujuannya menyesatkan.“Saya rasa masyarakat sekarang lebih pintar. Jadi intinya bahwa kami masyarakat, tokoh gereja, tokoh intelektual, pemerintah dan mahasiswa serta seluruh lapisan masyarakat Papua kita bersama-sama menjaga jalannya Pilkada ini agar tetap aman, damai dan sukses tanpa harus ada korban,” tandas Emus.
Namun Emus Gwijangge berharap, jangan sampai mengotori pelaksanaan Pilkada di Papua. Meskipun banyak orang menganggap bahwa Pilkada di Papua ini rawan konflik, namun jika semua komponen bersama-sama untuk menjaga jalannya pilkada itu, maka bisa menepis anggapan itu, sehingga Papua tetap aman dan damai.
Untuk itu, ia meminta kepada pihak keamanan maupun pengawas dan KPU sebagai penyelenggara harus menjalankan tugasnya secara professional dan netral.“Jangan menciptakan sesuatu yang bermasalah. Kita kerja sesuai tupoksi kita masing-masing. Jadi panwas dan KPU harus bekerja dengan netral dan sesuai dengan aturan. TNI/Polri juga tetap menjalankan tugasnya sesuai tupoksinya, dan masyarakat serta LSM dan lain-lainnya kita bekerja saja. Tapi hak politik kita tetap berikan kepada calon pemimpin yang memang betul-betul pilihan rakyat,” tegasnya.
Sekali lagi, Emus mengimbau kepada masyarakat jangan sampai ada yang korban, untuk itu masyarakat tetap tenang sehingga tidak terjadi hal-hal yang tak dinginkan.Apalagi, tambah Emus, kedua kandidat calon gubernur dan wakil gubernur merupakan putra terbaik Papua dan putra terbaik di wilayah pegunungan.“Di sini saya mau kasih tahu kedua calon pemipin kita ini adalah sama-sama putra terbaik Papua, dan putra terbaik dari wilayah pegunungan, sehingga kedepannya kedua calon ini tetap jalan. Jadi jangan main-main dengan Pilkada,” tutup Emus Gwijangge. (TIARA)
(Sumber : SKH Pasifik Pos, Senin,08 Januari 2018)

 

 

 

 

Kadepa : Kasus Nduga Menjadi Perhatian DPR Papua.
“Ke Depan Apapun Yang Dikerjakan TNI Polri Masyarakat Tidak Akan Percaya Lagi”

Jayapura, – Kasus meninggalnya seorang pemuda di Kabupaten Nduga di awal tahun akibat dianiaya oleh oknum TNI, menjadi perhatian bagi Anggota Komisi I DPR Papua bidang Pemerintahan, Politik, Hukum dan HAM, Laurenzus Kadepa.
Bahkan kata legislator Papua ini, dikhawatirkan kasus Nduga menjadi yang paling buruk di Papua tahun ini.“Saya khawatir tahun ini banyak kejadian, apalagi ini tahun politik. Di awal tahun saja sudah seperti ini, apalagi nanti. Jadi saya minta masyarakat Papua harus waspada. Kepada semua institusi negara, harap dapat mengendalikan diri,” tegas Kadepa ketika dihubungi lewat via telepon, Sabtu (6/1/18).Menurut Kadepa, tidak menutup kemungkikan, ke depan akan banyak lagi darah masyarakat sipil Papua yang tumpah.Apalagi lanjut Kadepa, ini sama seperti kejadian lain di Papua, dan dalam kasus Nduga juga ada perbedaan kronologis antara pihak Kodam dengan masyarakat.“Kodam menyatakan, karena penyerangan, sedangkan masyarakat menyampaikan hal sebaliknya, jadi yang benar yang mana. Tapi saya turut berbelasungkawa terhadap korban, “ ujarnya.Apalagi kata Kadepa, perbedaan kronologis Kodam dan masyarakat, itu sudah sering terjadi, sehingga bukan hal baru.Kadepa menambahkan, sejak dulu semua kasus yang melibatkan oknum TNI-Polri, kronologisnya selalu berbeda. Dimana kronologi versi Kepolisian dan TNI, sangat berbeda dengan laporan masyarakat atau saksi.”Jadi saya pikir, ke depan apapun yang dikerjakan, masyarakat tidak akan percaya lagi. Ini masalah kepercayaan. Saya pesimis, kasus ini dapat dituntaskan,” ketus Laurenzus Kadepa. (TIARA)
(Sumber : SKH Pasifik Pos, Senin,08 Januari 2018)

 

 

 

 

Legislator : Kalau OAP Hanya Dijadikan Bahan Hinaan, Lebih Baik “Lepas Saja”                          Kadepa : “Ucapan Rasis Bukan Hanya Ditujukan Kepada Filep Karma, Tapi Sudah Sering Diterima OAP Lainnya.”

Jayapura, – Legislator Papua, Laurenzus Kadepa menegaskan, ucapan rasis yang kerap ditujukan kepada orang asli Papua bukan hanya dialami tokoh Papua merdeka, Filep Karma beberapa waktu lalu ketika diperiksa petugas di Bandara Soekarno-Hatta, karena ucapan yang sama sudah sering diterima orang asli Papua lainnya.Bahkan ujar Kadepa, kata-kata rasis juga pernah dialamatkan kepada mantan komisioner Komnas HAM RI, Natalius Pigai, mahasiswa Papua di Yogyakarta Obi Kogoya, dan kata-kata itu juga pernah ditujukan kepada pemain dan pendukung tim Persipura.”Namun terlepas dari kepentingan Papua merdeka, Filep Karma ini adalah seorang tokoh. Bahkan beliau ini mampu bertahan di penjara karena idealismenya. Dan kalau orang asli Papua yang berpendidikan saja disebut seperti itu, lalu bagaimana dengan masyarakat yang tidak berpendidikan,” ujar Kadepa lewat via teleponnya, Sabtu (6/1/18).
Menurut Politisi NasDem ini, ucapan rasis yang selama ini dialamatkan kepada orang asli Papua adalah “monyet”. Namun di Papua tidak ada “monyet”. Ucapan “babi” lebih baik daripada monyet, karena sejak zaman leluhur, orang asli Papua telah memelihara babi.“Ini sudah menciderai Kebhinekaan di negara ini. Dimana Bhineka Tunggal Ika yang artinya berbeda-beda tapi tetap satu. Apakah ini cara mengaplikasikannya,” tandas Kadepa yang juga merupakan Anggota Komisi I DPR Papua.Bahkan tandas Kadepa, kalau orang asli Papua hanya akan dijadikan bahan hinaan, serta olokan, lebih baik dilepaskan saja. Biarkan mereka menentukan nasibnya sendiri ke depan.“Lebih bagus monyet tapi berpikir manusia, dari pada manusia, tapi berpikir hewan,” tutup Kadepa. (TIARA)
(Sumber : SKH Pasifik Pos, Senin,08 Januari 2018)

 

 

 

 

Tahun Anggaran 2018 Turun 30 Persen di Semua SKPD.
“Khususnya Untuk SKPD Rumpun Ekonomi”

Jayapura, – Tahun anggaran 2018 secara keseluruhan rata-rata mengalami penurunan anggaran bagi semua Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Pemprov Papua, khususnya untuk SKPD Rumpun Ekonomi.“Jadi, secara keseluruhan rata-rata mengalami penurunan anggaran sekitar 30 persen dibandingkan dengan tahun lalu,” kata Anggota Komisi II DPR Papua, Mustakim HR yang membidangi Perekonomian di Jayapura, Selasa (9/1/18).
Dijelaskannya, penurunan anggaran tersebut tak terlepas dari tahun 2018 ini, karena hampir semua anggaran difokuskan untuk penyelesaian pembangunan infrastruktur PON XX tahun 2020.Apalagi, lanjut Politisi Partai Demokrat ini, waktu kerja untuk pembangunan infrastruktur PON XX tahun 2020 itu, sehingga tinggal dua tahun lagi yakni tahun 2018 dan pertengahan tahun 2019 sudah harus selesai.Untuk itu, pihaknya berharap kepada semua SKPD Rumpun Ekonomi agar dapat semaksimal mungkin untuk menggunakan anggaran yang ada.“Jangan mengurangi semangat untuk mendukung suksesnya PON XX tahun 2020, semua di bidangnya masing-masing,” ujarnya.Untuk itu, kata Mustakim, SKPD Rumpun Ekonomi harus lebih fokus untuk mendukung pelaksanaan PON XX tahun 2020.“Misalnya dalam memproduksi kerajinan atau souvenir PON XX tahun 2020, buah merah, pariwisata dan lainnya, “ kata Mustakim.Apalagi kata Mustakim, yang datang ke Papua itu, selain atlet yang bertanding maupun official, mereka juga tentu ingin melihat secara dekat Papua.“Jad dari sekarang kita mempersiapkan segala sesuatu untuk menyambut tamu-tamu kita dari luar, terutama di rumpun ekonomi dengan menyiapkan souvenir, makanan atau oleh-oleh, tempat wisata agar orang dari luar ketika datang ke Papua dan kembali ke daerahnya masing-masing dia akan bercerita tentang Papua, sehingga akan menarik banyak orang datang ke Papua,” katanya.Namun Mustakim berharap, dengan citra positif yang dibangun oleh Papua, maka tidak mustahil akan mendatangkan investor akibat dari multiplayer effect pelaksanaan PON XX tahun 2020 di Papua.“Ya, kita harap ada efek positifnya. Bukan berkunjung ketika ada PON saja, tapi juga memperkenalkan obyek-obyek wisata karena banyak sumber obyek wisata, tinggal kita gali,” harapnya. (Tiara)
(Sumber : SKH Pasifik Pos, Selasa,09 Januari 2018)

 

 

 

 

10 Persen Saham Freeport, Kado di Penghujung Masa Jabatan LUKMEN

Foto Robby                                                                                                                                                                                                                                       Foto bersama usai penandatanganan perjanjian tentang Pengambilan Saham Disvetasi PT Freeport Indonesia, antara Pemerintah Pusat bersama Pemprov Papua, Pemkab Mimika dan PT Inalum di Aula Mezzanine Gedung Djuanda I, Kementerian Keuangan, Jl. Dr. Wahidin Raya, Jakarta Pusat, Jumat (12/01/18).

JAKARTA,- Sebelum mengakhiri masa jabatan sebagai gubernur dan Wakil gubernur Papua, Lukas Enembe dan Klemen Tinal memberi kado kepada masyarakat Papua.Gubernur Papua, Lukas Enembe menandatangani perjanjian tentang Pengambilan Saham Disvetasi PT Freeport Indonesia, antara Pemerintah Pusat bersama Pemprov Papua, Pemkab Mimika dan PT Inalum di Aula Mezzanine Gedung Djuanda I, Kementerian Keuangan, Jl. Dr. Wahidin Raya, Jakarta Pusat, Jumat (12/01/18).Usai penandatanganan, Gubernur Lukas menyebut 10 persen saham Freeport yang kini dikuasai Papua, merupakan kado bagi masyarakat Papua di penghujung masa jabatannya sebagai kepala pemerintahan Provinsi Papua.Dirinya pun tak lupa memuji pemerintahan Jokowi yang memberi andil besar bagi Papua, untuk bisa mendapat jatah 10 persen dari 51 persen saham divestasi yang kini dikuasai dari PT. Freeport Indonesia.“Saya rasa ini luar biasa sebab dalam sejarah kemerdekaan Indonesia, karena sejak 1967 ditandatanganinya Kontrak Karya (KK) pertama pemerintah dengan Freeport, lalu dilanjutkan dengan penandatangan KK 1991 (tahap II), orang Papua tidak pernah dilibatkan (apalagi mendapat saham)”.“Hari ini, dibawah pemerintahan Jokowi, orang Papua dapat kesempatan dan kepercayaan untuk bisa memiliki saham dan ini merupakan catatan sejarah bagi semua masyarakat Papua,” terang dia.Senada disampaikan Menteri Keuangan Sri Mulyani. Ia katakan, penandatangan ini merupakan momentum sejarah penting bagi bangsa Indonesia. Untuk itu, keseluruhan proses pengambilan saham divestasi PTFI, harus pula dikawal oleh masyaraat dengan mengedepankan kepentingan nasional.“Tetapi juga kepentingan masyarakat Papua dengan tetap menjaga iklim investasi yang kondusif. Sebab keseluruhan proses divestasi saham PTFI menjadi 51 persen kepemilikan peserta Indonesia sesuai komitmen Presiden yang harus dilakukan secara transparan, bersih dari segala kepentingan kelompok, dan terjaga tata kelolanya di setiap tahapan,” kata dia.Dia harapkan dengan kepemilikan saham PTFI oleh pemerintah (termasuk Papua), mampu mendukung peningkatan penerimaan negara, mempercepat hilirisasi industri tambang dalam rangka peningkatan nilai tambah, meningkatkan kesempatan kerja dan mendorong pembangunan di daerah.Hanya yang terpenting, adalah pengambilan saham divestasi PTFI itu, dapat memberi manfaat yang sebesar-besar bagi seluruh komponen bangsa, termasuk masyarakat Papua.