Jayapura, dpr-papua.go.id – Kelompok Khusus (Poksus) DPR Papua dalam Rapat Paripurna DPRP dengan agenda penyampaian Padangan Umum Fraksi dan Kelompok Khusus DPRP terhadap Raperdasi dan Raperdasus Non APBD Usul Inisiatif DPR Papua menyepakati agar regulasi turunan UU Otsus berupa Rancangan Perdasi dan Perdasus yang diajukan oleh Anggota Komisi atau Gabungan Komisi DPRP ini dapat diterima dan disetujui untuk segera dibahas dalam Rapat Paripurna internal DPR Papua dan juga bersama dengan Pemerintah Daerah sebagai capaian kinerja DPR Papua.
Sekretaris Kelompok Khusus DPR Papua Yohanes Ronsumbre dalam Laporan Pandangan Umum Kelompok Khusus memberikan apresiasi kepada Pimpinan dan Anggota BAPEMPERDA DPR Papua bersama tenaga ahli serta staf Sekretariat DPR Papua yang telah merangkum 19 raperdasi dan raperdasus dari usulan yang diajukan oleh anggota komisi dan gabungan anggota sebagai hak inisiatif anggota DPR Papua. Raperdasi/raperdasus itu, diantaranya Raperdasi tentang Penguatan Kelembagaan Pelopor Pendidikan di Papua, Raperdasi tentang Pengeloalan dan Penyelenggaraan Pendidikan, Raperdasi tentang Pembangunan Industri Provinsi Papua tahun 2021 – 2041, Raperdasi tentang Kepolisian Daerah di Papua, Raperdasi tentang Perlindungan dan Pengembangan Sagu di Papua, Raperdasi tentang Perlindungan Pengembangan Tempat Sakral di Papua, Raperdasi tentang Perlindungan dan Pengembangan Bahasa dan Sastra Daerah di Papua, Revisi Perdasus Nomor 16 Tahun 2008 tentang Perlindungan dan Pembinaan Kebudayaan Asli Papua. Selain itu, Raperdasi tentang Pedmoman Persetujuan Atas Dasar Informasi di Awal Tanpa Paksaan pada Masyarakat Hukum Adat di Provinsi Papua, Perubahan Pertama Perdasi Nomor 4 Tahun 2018 tentang Kepegawaian Daerah, Revisi Perdasus Nomor 9 Tahun 2014 tentang Tata Cara Pemberian Pertimbangan Gubernur terhadap Perjanjian Internasional. Raperdasus tentang Pelaksanaan Tugas dan wewenang Majelis Rakyat Papua, Raperdasus tentang Pengelolaan Dana Abadi Daerah. Juga Raperdasi tentang Tata Cara Penyusunan dan Pelaksanaan APBD Provinsi, Perubahan dan Perhitungannya serta Pertangungjawaban dan Pengawasan, Perubahan Pertama Perdasi Nomor 15 Tahun 2008 tentang Kependudukan, Raperdasus tentang Pengawasan Sosial di Provbinsi Papua, Perubahan Tata Terib DPR Papau, Raperdasi tentang Pemerian Layanan Hukum dan HAM oleh Tokoh Agama dan Tokoh Adat, Raperdasus tentang Pemberdayaan dan Perlindungan Ekonomi Orang Asli Papua dan Raperdasi tentang Pengelolaan Kehutanan di Provinsi Papua. Selain 19 Rancangan Perdasi dan Perdasus yang dipresentasikan oleh pengusul, ada penambahan pengusulan yakni Raperdasi tentang Pengelolaan Kehtanan di Provinsi Papua dan disampaikan pada pembukaan rapat apripurna pembahasan raperdasi raperdasus non APBD insiatif anggota DPR Papua dalam penjelasan pengusul,
Terhadap usulan tambahan hak insiatif ini, kami memahami maksud pengusul mmengusulkan raperasi tentang Pengelolaan Kehutanan di Provinsi Papua. Apalagi, fakta dari pengalaman dan aspirasi yang kami terima dari stakeholder atau pemangku kepentingan kehutanan terdapat ketidakadilan yang dirasakan oleh pemngusaha pemilik sawmill, penggesek kayu dan masayrakat adat Papau pemilik tanah kawasan hutan, karena terkesan hanyalah pemegang HPH atau IPHHK yang menjadi anak emas dalam pemberian izin kehutanan,” Tegas Ronsumbre, Pelapor Kelompok Khusus DPR Papua dalam rapat paripurna Non APBD, Jumat, 24 Juni 2022. Dijelaskan Ronsumber bahwa dalam pengelolaan kehutanan terdapat 3 jenis pengelolaan yakni hasil hutan kayu, hasil hutan bukan kauu dan jasa lingkungan. Di Papua, terdapat Perdasus Nomor 21 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Kehutanan yang Berkelanjutan, namun dengan berjalannya waktu telah ditetapkan Putusan MK Nomor 35 Tahun 2012 yang mengamanatkan hutan adat bukan hutan negara, kemudian diikuti dengan diterbitkanya Permen LHK tentang Perhutanan Sosial dan Permen LHK tentang Hutan Hak yang didalamnya mengatur tentang Hutan Adat.“Kedua Permen ini diterbitkan untuk mengatasi persoalan terkait dengan masyarakat adat dan pemberian keadilan bagi stake holder/pemangku kepentingan,” ujarnya.
Lebih lanjut, di dalam lampiran tentang pembagian kewenangan Kabupaten dan Provinsi sesuai dengan PP 106 tahan 2021 tentang Kewenangan dan Kelembagaan Pelaksanaan Kebijakan Otonomi Khusus Provinsi Papua, sebagai turunan telah diatur bahwa kewenangan pengelolaan kehutanan, perhutanan sosial merupakan kewenangan Provinsi dan tidak lagi menjadi kewenangan kabupaten/kota.
Dikatakan, dengan dasar kewenangan tersebut dan fakta persoalan kehutanan di Papua, oleh karena dalam regulasi Perdasi Nomor 21 Tahun 2008 hal-hal tersebut belum diatur, maka Poksus DPR Papua sependapat dengan pengusul agar Raperdasi tentang Pengelolaan Kehutanan Di Papua dimasukan dalam Propemperda usul inisiatif DPR Papua,“Poksus mengajak fraksi-fraksi DPR Papua untuk memberi dukungan kepada Pengusul Raperdasi tentang Pengelolaan Kehutanan untuk ditetapkan dan dimasukan dalam Propemperda tahun 2022 ini,” jelasnya.
Yang jelas, kata Yohanis Ronsumbre, Kelompok Khusus DPR Papua dapat menerima dan menyetujui 19+1 Raperdasi/Raperdasus hak inisiatif anggota komisi, gabungan anggota untuk dapat dibahas dan selanjutnya ditetapkan dalam rapat paripurna sebagai hak inisiatif DPR Papua yang akan dibahas lebih lanjut. (Anderson/Tim Humas DPRP)